KETIKA masih belia, di Surabaya, kota kelahiran saya, istilah angpao waktu itu belum begitu familiar. Saat Lebaran, saya hanya kenal istilah unjung-unjung, yaitu berkunjung ke tetangga sekitar. Itu dilakukan usai sungkeman pada orang tua sendiri. Sepulang unjung-unjung, biasanya sudah mendapat beberapa ribu rupiah, yang disebut sangu, saweran, atau uang lebaran.
Adakalanya saat unjung-unjung, beberapa tetangga tidak menyiapkan uang lebaran, tetapi dengan memberikan kue, permen, atau coklat. Dari semua itu, anak-anak paling suka dengan uang, agar dapat dibelikan pada sesuatu yang disukainya. Dari kebiasaan ini, pemberian kemudian identik dengan uang. Saya meyakini itulah kenapa disebut dengan angpao.
Menurut Wikipedia, istilah angpao dalam kamus berbahasa Mandarin didefinisikan sebagai uang yang dibungkus dalam kemasan merah sebagai hadiah, bonus bayaran, uang bonus yang diberikan kepada pembeli oleh penjual karena telah membeli produknya, atau sogokan. Arti sogokan ini identik dengan sebutan suap, yang berkonotasi negatif. Sedangkan arti bonus bayaran merupakan hadiah, yang bermakna positif.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), angpao dikenal dengan kata angpau, sudah mengalami transliterasi. Menurut KBBI, angpau adalah amplop kecil untuk tempat uang sumbangan yang diberikan kepada orang yang punya hajat seperti pernikahan dalam adat Cina. Masih dalam KBBI, istilah lain angpau adalah hadiah atau pemberian uang.
Dengan demikian, bisa dikatakan, asal mula istilah angpao berasal dari bahasa Cina, yang kemudian diserap menjadi bahasa Indonesia dengan sebutan angpau, yang berarti hadiah atau pemberian uang. Baik buruknya pemberian tergantung tujuan pemberiannya.
Angpau kini menjadi tradisi atau kebiasaan di Indonesia, dan menjadi budaya masyarakat umum. Termasuk masyarakat Islam, angpau digunakan untuk mengganti sebutan hadiah, yang diberikan orang tua pada anak-anak, usai melangsungkan sungkeman atau unjung-unjung di hari Idul Fitri.
Eidiyah di Arab Saudi
Di Arab Saudi, negara dimana Islam berawal, tradisi merayakan Idul Fitri memiliki kemiripan dengan di Indonesia. Di Arab Saudi juga dikenal istilah angpau atau uang lebaran, yang disebut dengan Eidiyah. Dalam bahasa Indonesia, saya meyakini, kata Eidiyah ini kemudian mengalami transliterasi dan diserap menjadi kata Hadiah.
Seperti dikutip dari arabnews.com, saat Idul Fitri, orang-orang Arab Saudi berkumpul di suatu tempat di luar ruangan atau masjid, untuk melaksanakan shalat Idul Fitri yang disebut Al Masyhad. Mereka saling memberikan ucapan salam, selamat berlibur, dan bertukar hadiah serta Eidiyah.
“Al-Masyhad adalah doa kepada Allah agar menerima puasa Ramadan dan berterima kasih padaNya atas Idul Fitri. Muslim biasanya pergi berbondong-bondong untuk melaksanakan shalat beserta anak-anak mereka, ” kata Ahmed Badr, seorang pedagang. “Baik pria maupun wanita mandi lebih dulu, mengenakan pakaian baru, memakai parfum, sehingga mereka akan terlihat yang terbaik ketika berdiri menghadap Allah,” terangnya.
Usai shalat Ied, mereka kemudian berkumpul bersama keluarga. ÔÇ£Orang Saudi biasanya berkumpul dengan teman-teman dan keluarga untuk sarapan merayakan Idul Fitri,ÔÇØ ujar Abdulrahman Al Nassir, orang Arab Saudi. ÔÇ£Saya dan keluarga berkumpul di rumah kakek untuk sarapan tradisional Idul Fitri. Sebuah meja makan tersedia penuh berbagai jenis makanan yang dimasak di rumah tradisional,ÔÇØ jelas Nassir.
Saat berkumpul itulah Eidiyah diberikan oleh orang tua kepada anak-anak sebagai hadiah Idul Fitri. ÔÇ£Idul Fitri ini seperti Natal, kami memberikan anak-anak mainan dan uang sebagai cara untuk berterima kasih kepada mereka yang telah berpuasa Ramadan, dan mendorong mereka agar tahun depan kembali berpuasa lagi,” kata Barazanji.
Tentu saja, kutipan sebagian pendapat masyarakat Arab Saudi tersebut, bukan berarti mewakili semua kebiasaan umum masyarakat Arab Saudi, yang mayoritas Islam. Namun setidaknya menggambarkan bahwa, beberapa daerah di sana memiliki tradisi yang mirip dengan di Indonesia.
Etika Hadiah dalam Islam
Angpau, uang Lebaran, ataupun Eidiyah, esensinya adalah hadiah. Saling memberi hadiah di kalangan Muslimin memiliki pengaruh besar dalam menumbuhkan rasa cinta, dan menguatkan tali persaudaraan. Sebaliknya, menyepelekan hadiah bisa menyebabkan pengaruh yang kurang baik dan menghilangkan rasa cinta di antara mereka.
Dalam suatu riwayat Rasulullah bersabda, ÔÇ£Berilah hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.ÔÇØ HR Bukhari dalam al Adab al Mufrad.
Namun demikian, dalam Islam, setiap pekerjaan harus disertai dengan niat yang baik. Untuk itu, seseorang yang akan memberikan hadiah harus memiliki niat yang tulus, memperkuat hubungan saudara karena Allah, menumbuhkan rasa cinta serta menghapus kedengkian karena Allah, yang semua itu demi meraih keridhaan Allah semata.
Idul Fitri adalah momen yang tepat untuk memberi hadiah dalam rangka memperkuat silaturahim. Saat itu, sangat tepat jika memberi hadiah yang disenangi kepada orang yang selalu menanti-nantinya seperti anak kecil, istri, dan lainnya. Begitu juga dengan orang tua, yang selalu menanti-nanti anaknya di hari Lebaran. Mendahulukan pemberian kepada orang tua yang harus dihormati, sangat dihargai dalam Islam.
Akhirnya, semoga tulisan yang sedikit ini, membawa manfaat dan barokah bagi Kita semua, dalam mengambil setiap pelajaran kehidupan.
Tak lupa, ijinkan saya turut berbahagia, dengan mengucapkan selamat merayakan Idul Fitri 1434 H. Semoga Kita kembali menjumpai Ramadan berikutnya, dan semoga amal ibadah Kita selama bulan Ramadan, diterima Allah Subhanahu wa Taala. Taqabbalallahu minnaa wa minkum. Mohon maaf lahir dan batin atas segala kekhilafan dan kesalahan.
* Subur Anugerah