UMUMNYA di Indonesia orang mengetahui bahwa pada tanggal 22 Desember merupakan Hari Ibu. Berbagai cara untuk menghormati jasa ibu pun digelar dan dirayakan. Tetapi tahukah Anda kapan Hari Ayah? Hari Ayah di Indonesia dirayakan pada 12 November setiap tahunnya. Untuk memperingati jasa-jasa Ayah, inilah deretan Ayah terkeren dalam Islam. Semoga para warga LDII bisa mengambil pelajaran dari para Ayah ini.
1. Nabi Muhammad S.A.W.
Siapa yang tidak kenal beliau? Rasulullah dikenal oleh semua orang, baik musuh ataupun kawan. Beliau dinobatkan sebagai orang paling berpengaruh di dunia versi buku “The 100” ini memiliki 4 putra dan 4 putri, walaupun keempat putranya meninggal saat masih kecil, tetaplah beliau Ayah terbaik. Jiwa penyayangnya kepada anak-anak tidak diragukan lagi. Nabi Muhammad menyayangi semua anak kecil meskipun tak memiliki hubungan darah dengannya.
Beliau menciumi anak kecil saat berjumpa, mengajak balap lari, dan membuat lelucon jenaka merupakan keahliannya dalam menghibur anak dan cucunya. Beliau juga merupakan sosok yang sabar dan tidak suka memarahi anak kecil.
Walaupun sabar dan tidak suka marah kepada anak kecil, bukan berarti menghilangkan sifat tegas beliau dalam mendidik anak. Rasulullah tidak segan menegur anaknya apabila menyalahi adab yang dibenarkan Islam. Beliau pernah menegur Umar bin Abu Salma “Hai nak! Bacalah basmalah, menyuaplah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang ada didekatmu!” dari Aisyah HR. Bukhari dan Muslim.
Beliau bahkan pernah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, tentu Muhammad akan memotong tangannya.” HR. Bukhari. Melalui contoh di atas kita mengetahui sebagai seorang ayah kita patuh dekat dengan anak akan tetapi tidak menghilang ketegasan dan objektivitas tetang kebenaran.
2. Nabi Ibrahim A.S.
Nabi Ibrahim menjadi sosok ayah terkeren berikutnya karena keberhasilannya membina suatu keluarga. Prestasinya di antaranya Sarah yang sholehah, Hajar yang tegar, dan Ismail anak yang sholeh dan mampu menguatkan dan mengokohkan keimanan bapaknya. Nabi Ibrahim telah berhasil mendidik keluarganya menjadi keluarga yang senantiasa mentauhidkan Allah SWT.
Fase Dua yang sangat sulit dalam hidup sebagai seorang ayah telah Beliau lalui dengan baik. Dua fase itu adalah ketika turun perintah dari Allah meninggalkan Hajar yang baru melahirkan Ismail di bukit gersang tak berpenghuni dan saat turun perintah menyembelih anaknya Ismail. Walaupun berat Ibrahim menjalankan perintah Allah tersebut. Rasa cintanya kepada keluarga tidak pernah mengalahkan rasa cintanya kepada Allah. Bahkan Ibrahim sebagai seorang ayah mampu meyakinkan keluarganya tentang arti ketaatan kepada perinta Allah. Memalui kisah ini kita menyadari bahwa seorang ayah tidak sepantasnya menjadikan rasa cinta kepada keluarga sebagai alasan untuk berbuat negatif. Seberat apapun kondisi yang ayah terima kita harus tetap yakin bahwa Allah akan senantiasa menolong dan memberikan jalan.
3. Nabi Ya’qub A.S. (Ayahnya Nabi Yusuf AS)
Nabi yang juga dikenal sebagai Nabi Isroil dan menjadi nenek moyang Bani Israil ini menjadi ayah terkeren bukan karena memiliki anak Nabi Yusuf yang super tampan. Akan tetapi, hal yang tidak kalah keren darinya adalah kesabaran beliau dalam mengenalkan baik dan buruk kepada anaknya.
Sifat iri yang kerap dimikili oleh anak terhadap perhatian orang tua mereka kepada saudaranya juga dialami oleh anak Yaqub. Rasa iri ini yang menjerumuskan anak-anak Yaqub untuk berbuat jahat kepada Yusuf. Meskipun mengetahui anak-anaknya telah berbuat jahat kepada anak kesayangannya, Yusuf, Yaqub tidak serta-merta membuang dan mengusir anaknya dari rumah.
Akan tetapi Yaqub justru mendoakan ampunan kepada Allah untuk anak-anaknya. Beliau juga menasehati dan mendoakan semoga anak-anaknya dapat berubah menjadi lebih baik. Sikap kesabaran ini yang seharusnya dimikili oleh seorang ayah yang memiliki anak nakal atau bermasalah. Kekurangan anak bukan berarti menjadi alasan seorang ayah untuk mengusirnya. Akan tetapi menjadi tanggung jawab orang tua lah untuk meluruskan jalannya.
Beliau juga masih memberikan harapan anak-anaknya untuk berubah dan berbuat baik saat meminta Bunyamin untuk ikut ke Mesir. Rasa percaya ayah kepada anak inilah yang beliau terapkan. Orang tua harus bersikap tegas tetapi tidak menghakimi dan melebel negatif anak. Orang tua seharusnya menjadi seorang yang paling dekat dan paling percaya kepada anak bahwa ia akan berubah di saat posisi tersebut.
4. Nabi Dawud A.S. (Ayahnya Nabi Sulaiman A.S.)
Mengenali potensi anak itulah keahlian yang dimiliki oleh raja yang adil dan sangat kaya raya ini. Nabi Dawud telah mengetahui potensi kecerdasan Sulaiman jauh ketika anaknya masih kecil. Ketika mengetahui potensi anaknya, Dawud giat mengasah kecerdasan Sulaiman untuk memimpin kerajaan dan memberikan hukum yang adil terhadap suatu permasalahan. Sulaiman senantiasa diajak melihat teknik menyelesaikan masalah kerajaan.
Alhasil Sulaiman tumbuh kemampuan analisisnya dan menjadi anak yang semakin cerdas. Hal ini yang harus dimiliki seorang ayah. Mengenali bakat anaknya dan mendukungnya ke arah yang positif. Mengenali bakat anak sejak dini penting dilakukan guna menentukan arah pendidikan yang sesuai.
Dawud juga patut menjadi contoh bagi para ayah yang anti kritik dan sulit mendengarkan pemikiran anaknya. Beberapa hukum yang sulit seperti saat kasus kambing yang memakan tanaman di kebun tetangganya dapat diselesaikan Dawud dengan bantuan Sulaiman. Walaupun dengan kata lain harus Dawud harus menerima kritikan anaknya. Dawud dapat lapang dada menerima masukan anaknya sejauh hal tersebut membawa ke arah yang lebih baik.
Sering kali orang tua menganggap dirinya selalu benar dan anak harus mendengarkan semua perkataannya. Mengeritik nasehat orang tua sering kali dianggap sebagai membantah atau menentang orang tua. Hal-hal semacam itu sebaiknya diperbaiki. Sudah saatnya ayah membuka pikiran dan mencoba menyaring masukan anak. Ayah seharusnya bisa mendengar masukan anak dan mengarahkannya ke arah yang positif dan memperbaiki dengan ramah bila ada kesalahan. Membantah dengan kasar saat anak salah justru membuat anak menjadi semakin jauh dan tidak percaya terhadap orang tua.
5. Nabi Zakaria A.S. (Ayahnya Nabi Yahya)
Ayah yang satu ini patut diacungi jempol dalam hal berdoa kepada Allah agar diberikan anak. Hingga usianya 90 tahun, istrinya, Isya belum kunjung memiliki anak. Tanpa keraguan Zakaria terus bermunzat kepada Allah agar diberikan anak yang doanya tertulis dalam Surah Maryam ayat 2-6. Berkat kesungguhan dan keyakinannya doa beliau akhirnya dijawab oleh Allah dengan terlahir anak bernama Yahya pada Surah Maryam ayat 7.
Melalui kisah ini, terdapat sebuah gambaran bahwa tugas menjadi ayah terjadi jauh sebelum terbentuknya janin. Zakaria telah mendoakan anaknya menjadi anak yang diridhai-Nya jauh sebelum istrinya hamil. Persiapan menyambut seorang anak tidak hanya setumpuk popok dan baju bayi saja, akan tetapi calon orang tua hendaknya juga mendoakan calon anaknya agar menjadi anak yang sholeh/sholeha.
6. Nabi Suaib A.S. (Mertua Nabi Musa A.S)
Tugas terakhir sekaligus tugas terberat seorang ayah yang memiliki anak perempuan adalah mencarikan pasangan dan menikahkannya. Memilih calon menantu yang akan memperistri anak perempuannya bukan hal yang mudah. Memiliki dua orang putri yang pemalu Suaib telah mengetahui anaknya menyukai Nabi Musa sejak pertama bertemu. Melalui isyarat perkataan bahwa Musa kuat dan bisa dipercaya serta memintanya menjadi pelayan, Suaib sudah mengetahui bahwa anaknya menyukai Musa.
Akan tetapi kriteria Suaib memilih menantu tidak hanya itu. Untuk membuatnya yakin bahwa Musa adalah pria yang baik untuk anaknya Suaib meminta mas kawin berupa bekerja dengannya selama 8-10 tahun. Dengan waktu tersebut diharapakan Suaib dapat mengenal pribadi Musa lebih baik. Selain itu waktu tersebut juga berguna untuk memberikan nasehat dan perbaikan untuk Musa sebelum menjadi menantunya.
Hal ini yang harus diperhatikan seorang ayah yang akan memilih calon menantunya. Memilih calon menantu untuk putri kita tidak hanya bedasarkan kesukaan anak saja. Akan tetapi lebih dari itu, seorang ayah juga harus mengenali pribadinya terlebih dahulu. Selain itu Suaib juga terbukti pandai mendidik anak perempuannya menjadi wanita yang pemalu.
Pemalu dalam artian positif. Kedua anaknya malu dan tidak mau berkumpul dengan lelaki yang bukan mahromnya untuk berebut mengambil minum ternak di sumur. Mereka lebih memeilih menunggu. Selain itu, anak perempuannya juga malu seraya menutup wajahnya saat berbicara kepada Musa, pria asing yang baru dijumpainya.
7. Luqman Al-Hakim
Sosok yang satu ini membuat namanya ditulis dalam Al Quran berkat kebijakannya dalam mendidik anak. Beliau merupakan orang kedua yang bukan nabi akan tetapi ditulis di dalam Alquran setelah Maryam. Meskipun bukan nabi akan tetapi Allah memberikan hikmah (kebijaksanaan) kepadanya sebagaimana yang tertulis di Surah Luqman ayat 12-19.
Berkat keistimewaan hikmah tersebut Luqman dapat menasehati anaknya dengan begitu bijak dan arif. Secara tersirat Allah memerintahkan kepada para ayah untuk menasehati anaknya seperti Luqman menasehati anaknya.
Beberapa isi wasiat Luqman kepada anaknya diantaranya supaya mentauhidkan Allah dan melarang syirik. Beliau juga berpesan untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua dan menuruti perintahnya selama perintah itu tidak bertentangan dengan perintah Allah serta tidak berbuat sombong dan menjaga suara di muka bumi. Selain itu beliau juga mengingatkan anaknya bahwa segala sesuatu yang dilakukan baik-buruknya akan dimintai pertanggungjawaban di hari akhir.
Pada suatu hari Luqman Hakim telah masuk ke dalam pasar dengan menaiki himar. Melihat tingkah laku Luqman itu, seorang pun berkata, “Lihat itu orang tua itu tidak kasihan membiarkan anaknya berjalan kaki”. Setelah mendengarkan hal tersebut, Luqman pun turun dari himarnya, lalu menaruh anaknya di atas himar. Melihat yang demikian, maka orang berkata, “Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya asyik menaiki himar, sungguh kurang ajar anak itu”.
Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik ke atas belakang himar itu bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula berkata lagi, “Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh tersiksanya himar itu.”
Mendengar percakapan tersebut, maka Luqman dan anaknya turun dari himar itu. Kemudian terdengar lagi suara orang berkata, “Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikenderai.”. Dalam perjalanan mereka berdua pulang ke rumah, Luqman Hakim menasehati anaknya tentang sikap manusia.
“Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu.” (Muhammad Bahrun Rohadi)