Potret Kamar Kecil
ALHAMDULILLAH segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Taala, shalawat serta salam kepada Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam beserta keluarga dan para pengikutnya. Tak lupa ucapan syukur jazaakumullahu khaira atas kesetiaan para pembaca website ini.
Catatan berikut ini berkisah mengenai kamar mandi, toilet, dan tempat wudhu, yang mungkin perlu dijadikan catatan khusus soal buang hajat dan istinja. Betapa tidak, kegiatan buang hajat tidak bisa dipisahkan dari manusia, yang memiliki etika tersendiri dibanding dengan makhluk hidup yang lain.
Saya pernah geli membaca salah satu media di Internet, yang mempertanyakan mengapa Islam begitu detil menuntun umatnya sampai urusan sekecil apapun seperti buang hajat.
Mungkin mereka tidak tahu bahwa bukan sekadar etika saja yang dicontohkan Rasulullah kepada umatnya, seolah-olah banyak umatnya yang tidak tahu dan harus diajari sampai sedetil mungkin. Selain etika, yang sangat diperhatikan dalam Islam adalah soal keabsahan (sahnya) ibadah dalam beragama.
Salah satu contoh etika Rasulullah adalah bersuci (ber-istinja) dan membersihkan hingga sempurna setelah buang hajat.
Dari Abu Hurairah dalam Shohih Bukhari Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang bersuci (dengan memakai batu) hendaklah mengganjilkan jumlah (batu yang digunakannya).”
Maksud perintah ini adalah selain tidak menemukan air kala bersuci, batu juga bisa digunakan, dan agar kebersihannya sempurna dari kotoran hendaklah menggunakan beberapa kali batu atau semisalnya. Dalam riwayat lain minimal sebanyak tiga buah batu (atau semisalnya selain kotoran kering dan tulang) yang tidak kotor.
Secara nalar atau akal, seandainya banyak umat Islam yang tidak bersuci dan tidak bersih usai buang hajat, hanya karena persoalan tidak dicontohkan dalam Islam misalnya, maka bisa dibayangkan bagaimana akibatnya. Subhanallah!
Tak heran, baik kamar mandi, toilet, maupun tempat wudhu dalam Islam sebisa mungkin didesain secara syar’i, agar umat Islam secara umum dapat menggunakannya untuk keperluannya dengan baik, sah secara syariat, dan bernilai pahala.
Kebiasaan berperilaku menjaga kesucian dan cara bersuci dari hadas dan najis selama di Tanah Air, akhirnya saya bawa saat melaksanakan ibadah di Tanah Suci, mulai dalam perjalanan berangkat, mampir di penginapan, tinggal di hotel, di masjid dan pesawat, sampai pulang kembali ke Tanah Air.
Menurut informasi yang saya dapat, toilet training biasanya diberikan saat menjelang keberangkatan haji. Dalam toilet training diantaranya dijelaskan bagaimana menggunakan toilet duduk dan tisu. Ini dipandang penting terutama bagi calon jamaah haji yang sudah tua dan kebiasaan menggunakan toilet jongkok dan air.
Kamar Kecil di Pesawat Saudi Arabians
Saat berangkat maupun pulang, saya bersama rombongan travel menggunakan pesawat Saudi Arabian Airlines (SV). Perjalanan di udara menuju Tanah Air memakan waktu kurang lebih sembilan jam, menyebabkan banyak penumpang ke kamar kecil.
Kamar kecil yang tersedia di pesawat ini sangat sempit. Mulai dari pintu yang sempit, dan ruangan di dalamnya berukuran sekira 60 cm x 60 cm, agak repot bagi yang berbadan besar dan gemuk.
Tempat buang hajat menggunakan sistem hisap. Air tersedia sangat terbatas, sekadar untuk cuci tangan dan berkumur saat gosok gigi, bukan untuk istinja. Sebagai ganti beristinja disediakan tisu yang cukup dan tempat pembuangan tisu bekasnya. Hati-hati agar tidak membuang tisu bekas ke dalam saluran pembuangan.
Sesekali petugas atau pramugari terdengar melalui pengeras suara memberitahukan agar para pengguna kamar mandi tidak menggunakan air secara berlebihan. Penggunaan air berlebihan dikhawatirkan akan menyebabkan gangguan dalam pesawat. Kadang juga melarang agar para penumpang tidak sering-sering ke kamar mandi.
Kamar Kecil Bandara Saudi
Saya tidak menggunakan kamar kecil ketika tiba di Bandara Abdullah Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah. Untuk itu saya tidak memiliki catatan pengalaman disitu. Tetapi saat pemulangan melalui Jeddah, di Bandara King Abdul Aziz saya sempat menggunakan kamar mandi yang ada di dekat ruang sekitar boarding.
Nah, toilet yang tersedia ternyata mirip jamban jongkok milik nenek saya dulu di salah satu desa di Pare Kediri, Jawa Timur. Keduanya sama-sama menggunakan jumbleng. Bedanya hanya bangunannya saja, yang satu berdinding tembok dan berlantai keramik, yang di desa berdinding dan berlantai bambu (gedhek) tanpa atap. 🙂
Bagi para jamaah haji atau umroh yang belum berpengalaman menggunakan jamban tersebut, supaya berhati-hati, terutama saat melepas pakaian yang penuh asesoris, dompet, uang, dan peralatan elektronik maupun perhiasan.
Usahakan segala perabotan tersebut disimpan ke dalam tas atau dititipkan pada orang yang dikenal sebelum masuk toilet. Hal ini untuk menghindari kejadian jika terjatuh di lantai, uang atau perabotan tersebut tidak meluncur langsung masuk ke dalam lubang saluran pembuangan.
Kabarnya, beberapa orang kehilangan uang bahkan dalam jumlah jutaan ketika berada di dalam toilet. Uang miliknya jatuh langsung ke saluran pembuangan dan sulit diambil kembali. Wallahu a’lam.
Kamar Kecil Hotel di Madinah dan Makkah
Ada perbedaan yang mencolok antara hotel yang ada di Indonesia umumnya dengan hotel di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, yaitu kamar mandi kering dan tersedianya tempat cuci kaki. Di kamar mandi umum hotel tersebut kadang juga ditemui tempat wudhu dengan tempat duduknya.
Di Madinah, saya menginap di Hotel Royal Dyar, berjarak sekitar 100 meter dari Masjid Nabawi. Sedangkan di Makkah menginap di Hotel Ajyad Makarim, kurang lebih 250 meter dari Masjidil Haram.
Kedua hotel ini memiliki kamar mandi kering, artinya lantai kamar mandi tidak diperbolehkan basah. Jika mandi, posisi badan harus berada di dalam bak mandi dan ditutup tirai plastik agar air tidak terpercik ke lantai. Air untuk mandi mengalir dari kran atas.
Sedangkan wudhu menggunakan wastafel dan cuci kaki di atas tempat cuci kaki. Cara cuci kaki tak perlu sampai lutut kaki, tetapi cukup membasuh sampai pergelangan kaki hingga telapak dan sela jari-jari kaki.
Untuk buang hajat menggunakan toilet duduk, cukup repot bagi yang terbiasa jongkok. Hati-hati jika memaksa berjongkok dan kedua kaki berpijakan pada pinggir toilet duduk jenis ini. Dikhawatirkan keramik pecah atau kaki terpeleset licin dan melukai tubuh bagian bawah.
Kamar Kecil di Sekitar Masjid Nabawi
Masjid Nabawi dikelilingi halaman yang sangat luas. Sejak 2009 lalu dipasang payung-payung berukuran besar. Payung-payung ini membuka dan menutup setiap menjelang Maghrib dan terbit matahari.
Di halaman inilah bangunan-bangunan kamar mandi tersedia, tidak ada kamar mandi di dalam masjid. Baik kamar mandi untuk pria maupun wanita bangunannya terpisah, dan tidak diperbolehkan bercampur meski dengan mahramnya.
Bangunan ini memiliki dua pintu masuk yang masing-masing menuju ruang bawah tanah. Pintu sebelah kanan memiliki mesin elevator untuk turun menuju lantai paling dasar yang berisi beberapa kamar mandi dan toilet. Sedangkan pintu sebelah kiri menuju tangga turun ke lantai dua dari dasar yang berisi tempat wudhu.
Dari pengamatan sekilas ternyata ruang bawah tanah ini cukup luas. Setiap lantai saya perkirakan mampu menampung sekitar 100 orang.
Di lantai tempat wudhu, setiap kran air memiliki tempat duduk. Jadi wudhu dengan posisi duduk, bukan dengan berdiri, bukan pula dudukan menjadi pijakan kaki. Hati-hati dengan dudukan yang basah.
Saat saya berwudhu, selang air mengalirkan air dengan tekanan sedang, tidak kencang dan tidak lambat, meski kran dibuka penuh. Dengan lubang selang berdiameter sekira 1 cm dan tekanan sedang, air terasa cukup untuk digunakan membasuh bagian-bagian tubuh saat berwudhu.
Penggunaan tempat duduk memberikan kesempatan bagi jamaah yang sudah tua dan sulit untuk berdiri. Dengan duduk dan selang, akan mudah bagi siapa saja untuk melaksanakan wudhu secara syar’i.
Penggunaan selang akan membantu mengurangi percikan air, cukup bermanfaat untuk menjaga agar pakaian tidak basah atau menghindari percikan kotor dan najis. Tempat wudhu seperti ini jarang saya temui ada di masjid-masjid di Indonesia.
Sedangkan toilet berada di lantai paling dasar, dengan model toilet duduk terbuka. Air mengalir melalui kran dan selang yang serupa, sepertinya standar Arab Saudi.
Itu beberapa catatan saya, dari awal sampai akhir kurang lebihnya mohon dimaafkan. Semoga Allah Subhanahu wa Taala memberikan manfaat dari setiap pelajaran dalam catatan perjalanan ini, dan menjadikan barokah bagi Kita semua. Aamiin.(sa)