JAKARTA – Pendidikan kepada anak usia dini menjadi salah satu fokus utama DPP LDII. LDII memandang anak merupakan aset penting, yang menentukan nasib agama ini di masa depan.
Kemerosotan moral imbas westernisasi mengharuskan orangtua harus memiliki pedoman dalam mendidik putra dan putri mereka. Untuk itu Korbid Pendidikan Umum dan Pelatihan DPP LDII menghelat Traning of The Trainer “Membangun Karakter Keluarga Menuju Disiplin Positif” pada Sabtu dan Minggu, 4-5 Januari 2014 berlokasi di kantor DPP LDII, Jalan Tentara Pelajar, Senayan, Jakarta.
Acara yang mengundang 65 orang peserta dari perwakilan pengurus Penggerak Pembina Generus (PPG) dan pakar pendidik di Jabodetabek ini, diharapkan dapat memberi gambaran kondisi pergaulan saat ini dan cara-cara untuk mengatasinya. Perserta tersebut nantinya akan diterjunkan untuk kembali membina para pendidik dan mubaligh-mubalighot di daerahnya.
Dalam sambutannya, Ketua DPP LDII Ahmad Kuntjoro, SE. MB,. menyampaikan peran penting orang tua dalam membangun dan mengarahkan cita-cita anak ke arah yang positif dan sesuai dengan ajaran Islam. Dia mencontohkan hasil kerja Einsten yaitu ilmu pemecahan atom. Ilmu tersebut bila dipegang oleh orang yang baik akan menjadi sumber energi yang bermanfaat bagi orang banyak.
Akan tetapi sebaliknya bila dipegang oleh orang jahat dan tidak bertanggung jawab maka ilmu tersebut akan berubah menjadi bencana bom atom, yang dapat membunuh umat manusia dalam sekejab. Untuk itu Ahamad menekankan peran penting akhlak sebagai dasar pendidikan anak untuk meraih cita-citanya
Dra. Nana Maznah, M.Psi. dan Siti Nurannisaa Parama Bekti, S.Sn, M.Pd selaku pembicara hari itu di awal acara mengajak para peserta yang juga merupakan orang tua ini untuk berkenalan satu sama lain. Namun ada hal yang berbeda dalam perkenalan peserta ini. Peserta diajak untuk mengenalkan dirinya, jumlah anak yang dimilikinya lengkap dengan karakter anak yang dimilikinya. Melalui perkenalan tersebut terlihat setengah dari karakter yang disebutkan oleh para orang tua ini adalah karakter-karakter negatif seperti malas, egois, pelit, mudah menyerah, pemarah, pendiam, dan sebagainya. Nana melihat hal tersebut sebagai masalah terbesar yang dilakukan orang tua kebanyakan.
Menurut Nana kebanyakan orang tua saat ini gemar mencap anaknya dengan stempel negatif. Stempel negatif ini menurutnya akan mempengaruhi alam bawah anak sehingga menganggap hal negatif tersebut merupakan dirinya. Nana menambahkan labeling negatif tersebut dapat mempengaruhi kecerdasan anak karena dapat memutus serabut-serabut intelegensi di otak anak yang awalanya terhubung.
“Kamu bodoh, dasar pemalas, begitu saja tidak bisa, kamu nakal,” contoh Nana memberi gambaran ucapan yang sering diucapkan orang tua kepada anaknya. “Walaupun tidak diucapkan akan tetapi jika itu ada dipikiran orang tua makan anak dapat merasakan hal tersebut,” tambahnya.
Nana menjelaskan acara ini bukanlah sebagai tempat menyalahkan orang tua tentang cara mendidik anak atau memberi kiat-kiat, akan tetapi lebih kepada pengenalan prinsip dasar pembinaan anak sebagai orang tua. Prinsip menyampaikan penilaian karater dan cara mengevaluasi kesalahan anak harus disampaikan dengan tepat, sehingga anak tidak merasa dihukumi atau disalahkan.
Dalan acara tersebut setidaknya ada tiga materi, di antaranya tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), keorangtuaan dan pengasuhan, serta teknik komunikasi orang tua kepada anak. Peserta juga dibekali dengan buku pedoman yang berisi pengayaan artikel-artikel tentang pengasuhan anak.
Nana yang sempat menulis buku mengenai pendidikan anak untuk Direktorat PAUD, Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan RI ini meminta para peserta yang hadir, untuk dapat memperkaya wawasannya dan saling berbagi informasi sesama pakar pendidik sehingga dapat ditemukan formulasi motode didik yang terbaik.
Nana memberikan contoh para kader DPD LDII Jakarta Barat yang sudah berjalan satu tahun dan menelurkan satu buah buku tentang pendidikan anak di wilayahnya. Selain Jakarta Barat, salah satu yang menurutnya cukup baik adalah DPW LDII Jawa Timur, yang rutin melaksanakan parenting skills setiap tahun. (Bahrun/Foto: Ayu/LINES)