KEDIRI – Pondok Pesantren Wali Barokah menggelar asrama Syarah Asma’ Allah Al-Husna, yakni penjelasan atau keterangan mengenai 99 nama Allah SWT. Asrama ini diikuti oleh sekitar 20 ribu lebih warga LDII dari seluruh Indonesia dan alumni pondiok pesantren Wali Barokah dari Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Singapura, Jepang, Suriname, dan berbagai negara lainnya.
“Asrama ini merupakan upaya LDII untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap nama-nama Allah SWT, sehingga warga LDII dapat mengambil hikmah untuk melakukan hal-hal yang disenangi oleh Allah. Misalnya sifat Allah yang Arrohman, mengingatkan agar umat Islam juga memiliki sifat pengasih,” papar Ketua DPP LDII Chriswanto Santoso.
Menurut Chriswanto dalam setahun terakhir para ulama LDII yang tergabung dalam Majelis Al-Taujih wa Al-Irsyad melakukan kajian mendalam, melalui Alquran dan Alhadist serta kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama, mengenai 99 nama Allah SWT. Setelah setiap ulama mengajukan referensi, lalu dilakukan kajian dan diskusi panjang. Hasilnya dijadikan sebuah kitab Syarah Asmaul Husna, yang kemudian dikoreksi lagi.
“Setelah siap, Majelis Al-Taujih wa Al-Irsyad (Taujih wal Irsyad) memutuskan menggelar asrama di Pesantren Wali Barokah mulai 7 hingga 10 Maret,” ujar Chriswanto. Tiga ulama muda LDII didaulat sebagai penyampai kajian Syarah Asmaul Husna, antara lain KH Kholil Asyari, KH Abdul Azis Ridwan, dan KH Abdullah Mas’ud.
Menurut Chriswanto, asrama Syarah Asmaul Husna selain untuk meningkatkan kepahaman agama, juga membawa imbas positif di bidang ekonomi bagi warga di sekitar Pondok Pesantren Wali Barokah dan juga pada kota Kediri. Peserta yang mendaftar secara khusus mencapai 7 ribu orang, mereka adalah utusan DPD Kabupaten/Kota dari seluruh Indonesia dan alumni Pondok Pesantren Wali Barokah dari berbagai penjuru negara. Sementara warga LDII yang spontan hadir mencapai 12 ribu orang lebih.
“Pengeluaran rata-rata mereka untuk konsumsi mencapai rata-rata Rp 100 ribu per hari. Bila dikalikan 20 ribu, artinya perputaran uang dalam asrama ini mencapai Rp 2 miliar per hari,” ujar Chriswanto. Selain konsumsi, uang juga berputar di sektor penginapan. Warga LDII ada yang menginap di hotel dan rumah-rumah warga, yang dipatok rata-rata Rp 2 juta per rumah selama empat hari asrama. Sewa kamar atau kos meningkat mencapai 100-200 persen.
Dari pemantauan wartawan LDII News Network (LINES), omzet pedagang di sekitar Pesantren Wali Barokah mengalami peningkatan hingga 200 persen. Hal itu dialami pula oleh para pemilik kos dan pemilik rumah yang disewakan selama asrama.
Warung Depot Jawara misalnya, yang biasanya memperoleh penghasilan Rp 800 ribu per hari meningkat menjadi Rp 2,5 juta per hari. Warung ini juga harus menyediakan 250 porsi setiap hari, yang langsung ludes dibeli peserta asrama. Rezeki juga mengalir ke kantong Dita (23 tahun), yang berdagang es jus di gerbang selatan. Omzet usaha Dita dalam sehari antara Rp 300-350 ribu namun untuk asrama meningkat mencapai 100 persen atau Rp 600 ribu per hari.
“Saya harus mengambil bahan baku sehari dua kali, kira-kira per hari menghabiskan 200 gelas es jus,” ujar Dita. Ia berharap, pesantren di Kediri sering menggelar kegiatan asrama atau seremoni lainnya. Hal itu menurutnya bisa membantu meningkatkan ekonomi rakyat kecil.
Hal senada diungkapkan Biem, (55 tahun) yang sehari-hari menjadi tukang becak. Ia biasanya mangkal di dekat Pesantren Wali Barokah. Hari-hari biasanya, ia kalah bersaing dengan ojek ataupun angkot yang kian marak bersliweran di Kediri. “Biasanya sehari saya bisa mengumpulkan Rp 20 ribu, namun saat asrama bisa mencapai Rp 60 ribu,” papar Biem.
Sementara itu keuntungan berlipat juga dinikmati pedagang pakaian. M. Faqih (35 tahun) asal Solo, dalam tiga hari mendapatkan omzet mencapai Rp 15 juta, dengan keuntungan 40 persen atau sekitar Rp 6 juta. “Keuntungan bersih mencapai Rp 200-300 ribu per hari di hari normal, pada asrama rezeki bisa berlipat,” ujar Faqih.
Tak berlebihan bila Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar menyambut gembira perhelatan asrama Syarah Asmaul Husna. Menurut Abdullah, perhelatan asrama seperti yang dilakukan LDII mengakibatkan multiplier effect yang langsung dirasakan masyarakat. Dengan keberadaan berbagai pondok pesantren, Kediri berpotensi menjadi pusat wisata religi. Dengan demikian, mengalirnya wisatawan atau santri dari berbagai kota mendorong perputaran ekonomi di Kediri. (LC/LINES)