oleh: Ir. H. Chriswanto Santoso
Manusia dalam kehidupannya selalu ada ketergantungan terhadap orang lain, karena masing-masing individu manusia itu selalu memiliki kelemahan dan kelebihan sehingga timbul kondisi saling membutuhkan. Manusia yang hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk harus dapat melakukan hubungan sosial, membawa diri dan bisa meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Hal ini sangat penting karena disamping keinginan untuk mendapatkan hak azasi masing-masing di dalam beragama, bermasyarakat berbangsa dan bernegara, juga perlu pemahaman tentang hak-hak orang lain, kelompok lain, institusi lain.
Budi luhur pada dasarnya adalah budi pekerti/akhlaq yang baik yang secara nilai dasar umum bisa diterima oleh masyarakat sebagai ucapan/perilaku/sikap/tindak-tanduk yang baik. Pengertian dari budi luhur adalah segala perilaku/perbuatan yang sesuai dengan peraturan agama dan menetapi peraturan pemerintah yang sah, mulai dari RT sampai dengan pemerintah tingkat pusat serta menetapi norma-norma yang berlaku dalam masyarakat setempat.
Pada saat ini dimana sendi-sendi kehidupan banyak yang goyah karena terjadinya erosi moral, budi luhur menjadi sangat relevan dan perlu direvitalisasi. Budi luhur bisa diartikan juga secara sederhana, yaitu: Perbuatan luhur dilahirkan oleh pikiran yang jernih dan baik (Budi Luhur). Kalau berbudi luhur, maka jalan kehidupan kita paling tidak akan selamat, sehingga bisa berkiprah menuju ke kesuksesan hidup, kerukunan antar sesama dan berada dalam koridor perilaku yang baik. Sebaliknya, kalau kita melanggar prinsip-prinsip budi luhur (budi asor), maka akan mengalami hal-hal yang tidak nyaman, dari yang sifatnya ringan, seperti tidak disenangi/dihormati orang lain, sampai yang berat seperti melakukan pelanggaran hukum sehingga bisa dipidana.
BUDI LUHUR SEBAGAI AJARAN AGAMA ISLAM
Seiring dengan kemajuan zaman, khususnya terkait dengan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai budi pekerti di masyarakat. Sesuatu perbuatan yang tadinya dipandang tabu, karena dampak globalisasi telah menjadi sesuatu yang biasa. Sikap yang tadinya dipandang sebagai hal yang memalukan seperti kawin di luar nikah, karena pandainya iblis mengemas godaannya, sekarang telah menjadi hal yang biasa, dan lain sebagainya. Akan tetapi seorang muslim haruslah memahami bahwa budi luhur/budipekerti yang baik bukanlah sekedar sebagai kultur yang bisa berubah karena kondisi, karena waktu, karena tempat, tapi budi luhur haruslah difahami sebagai ibadah yang menjadi perintah Allah dan Rasulullohi SAW.
Sesungguhnya engkau (Muhammad) niscaya diatas budi pekerti yang agung (luhur).
Lebih tegas lagi, Nabi Muhammad SAW sendiri diutus oleh Allah dalam rangka untuk menyempurnakan budipekerti/akhlaq
Sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Dengan demikian mengamalkan budi luhur bukanlah semata-mata urusan kemasyarakatan, akan tetapi mengamalkan budi luhur adalah kewajiban individual untuk menetapi ibadah sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasulullohi SAW, yang diberi kedudukan derajat yang mulia di sisi Allah kelak,
Sesungguhnya akhlaq yang mulia adalah merupakan amalan-amalan ahli surga.
Tidak ada dari sesuatu yang lebih berat di dalam timbangan amal (di hari kiamat) daripada budi pekerti yang baik.
PENERAPAN BUDI LUHUR
Sudah menjadi kesepakatan bangsa ini bahwa negara ini dibangun atas dasar perbedaan/ heterogenitas. Hal ini tercermin dari semboyan yang muncul di lambang negara burung Garuda yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Itu merupakan suatu ungkapan bahwa adanya perbedaan adalah dibenarkan dan harus difahami itu merupakan kodrat dari Alloh Subhanahu Wata`ala
Oleh karena itu adalah suatu sikap yang sangat tidak bijaksana apabila kita membicarakan atau mempermasalahkan perbedaan. Seharusnya adalah bagaimana kita bisa bersama sama dalam perbedaan tersebut untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu sangat diperlukan sikap saling menghormati/menghargai terhadap kepentingan sesama yang penerapannya adalah dengan mengamalkan sikap/perilaku yang berbudi luhur yaitu saling memegang aturan yang berlaku dan saling menghormati.
Memperhatikan uraian diatas, dimana perbedaan adalah dibenarkan sebagai hak dan kodrat individu, maka penerapan budi luhur haruslah diawali dari dalam diri sendiri yang kemudian melebar ke keluarga dan seterusnya ke lingkungan masyarakat yang lebih luas.
Penerapan Budi luhur Pada Diri Sendiri
Individu seseorang adalah elemen terkecil dari sebuah lingkungan sosial, dimana segala proses interaksi sosial itu berawal dari kepentingan individu dengan individu lainnya. Proses interaksi inilah yang sering kali menimbulkan masalah sosial ketika salah satu atau kedua individu tersebut tidak berbudi pekerti luhur (tidak berperilaku baik), baik itu lewat ucapan, tingkah laku, atau janji yang tidak ditepati sehingga menimbulkan kekecewaan salah satu pihak.
Dengan dasar inilah maka praktek budi luhur ini haruslah diawali dengan memahamkan diri sendiri bahwa;
Penerapan budi luhur pada diri sendiri ini bukanlah sesuatu yang begitu saja dengan mudah berubah, tapi harus dilatih terus-menerus pada diri sendiri bahwa “saya harus berbudiluhur”. Pada hakikatnya budi luhur juga merupakan sikap pengendalian emosi kita untuk melakukan sesuatu yang belum tentu sesuai dengan hati kecil kita. Hal ini terjadi karena setiap manusia punya egoisme yang sering muncul sebagai individu yang merasa mempunyai kelebihan dari orang lain, tidak mau ngalah, perasaan harus menang dll. Sehingga dengan sikap emosional tersebut sering muncul dalam hati kecil suatu ungkapan: .. kenapa saya yang harus memulai?.., kenapa saya harus mengalah?, emangnya gua takut?.., dan lain sebagainya yang akan menjadi penghalang munculnya perilaku budi luhur. Padahal mempraktekkan budi luhur bukanlah berarti sebagai ungkapan bahwa kita lebih rendah dari orang lain, atau kita kalah dengan orang lain, akan tetapi budi luhur dalam hal ini harus dilihat sebagai sikap sosial yang harus dilakukan oleh individu yang melakukan interaksi sosial dengan individu yang lainnya. Bahkan Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam pun, sebagai pimpinan umat Islam se dunia, juga harus melunakkan hatinya agar umat bisa menerima keberadaan Nabi, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur`an:
Maka sebab rahmat dari Allah maka lunak hatimu (Muhammad) pada mereka, Jikalau keras hatimu niscaya mereka akan lari dari sekitarmu. Maafkanlah mereka dan mintakan ampun mereka, dan bermusyawarohlah dengan mereka di dalam perkara. Maka ketika sengaja engkau, maka menyerahlah kepada Allah, Sesungguhnya Allah senang dengan orang yang menyerah. Ali Imron 159.
Apakah itu berarti Nabi telah kalah dengan umatnya? Tentunya tidak, tapi itu adalah pengendalian hawa nafsu/emosional untuk dapat berperilaku budi luhur agar dapat diterima oleh umatnya karena disadari tentang adanya kepentingan individu lainnya (umatnya) yang juga harus dihargai.
Penerapan Budi luhur Pada Lingkungan Keluarga
Selanjutnya praktek budi luhur harus dikembangkan dalam lingkungan yang sedikit lebih luas, yaitu lingkungan keluarga. Diantara anggota keluarga perlu pula dikembangkan sikap budi luhur yaitu untuk saling menghormati kepentingan masing-masing anggota keluarga, menerapkan akhlaqul karimah.
Penerapan budi luhur pada level keluarga ini adalah sangat penting, karena pada level ini ada ikatan emosional yang sangat kuat sehingga sangat memungkinkan dilakukan keterbukaan untuk saling belajar, saling mendidik, saling menasehati dan saling mempengaruhi. Inilah tataran pendidikan yang paling dasar yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang.
Interaksi sosial yang terjadi pada level ini adalah antara ayah, ibu, anak, pembantu rumah tangga atau mungkin ada pula kakek, nenek, cucu dan lain lainnya. Sesuai kapasitas dan kualitas yang dimiliki, diantara masing-masing anggota keluarga pasti ada perbedaan-perbedaan. Saling memahami dan menghormati perbedaan inilah sebetulnya kunci budi luhur dalam keluarga.
Penerapan Budi luhur Pada Lingkungan Masyarakat
Manusia yang hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk harus dapat membawa diri dan bisa meningkatkan kepedulian sosial, sehingga semua kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di segala aspek dapat berjalan dengan kondusif, aman dan lancar. Dengan demikian kondisinya sangat memungkinkan untuk mensejahterakan masyarakat.
Kehidupan sosial di dalam masyarakat tentunya jauh lebih komplek dari pada kehidupan sosial dalam keluarga, apalagi kondisi ekonomi negara yang belum sepenuhnya pulih telah menimbulkan dampak, dimana emosi seseorang menjadi lebih mudah tersulut hanya karena masalah-masalah yang sebetulnya tidaklah signifikan (masalah sepele). Timbulnya masalah Ambon dan Poso yang menelan ribuan nyawa sebenarnya juga berawal hanya dari perkelahian beberapa orang pemuda yang mabuk. Akan tetapi akibat adanya kesenjangan sosial sebagai dampak masalah ekonomi, masalah kecil tersebut menjadi mudah disulut untuk menjadi masalah yang besar. Kalau kita dengan bijak melihat dampak yang ditimbulkannya, pastilah kita akan sepakat untuk lebih baik melakukan tindakan preventif dari pada terlanjur terjadi masalah yang lebih besar. Tindakan preventif tersebut adalah dengan mengamalkan praktek budi luhur sebagaimana ajaran Allah dan Rasululloh SAW.
Untuk mewujudkan hal tersebut semuanya dituntut untuk mampu mengendalikan hawa nafsu dan emosinya untuk mengalah dan lebih bisa mementingkan kepentingan yang lebih besar dibandingkankan dengan kepentingan pribadi sesaat. Karena dampak dari perilaku budi asor bisa sangat besar sekali yang tidak hanya menimpa pada diri pelaku itu sendiri, akan tetapi juga membawa dampak pada pencitraan jelek pada keluarga, kelompok atau institusi si pelaku. Yang akhirnya bisa menjadikan kondisi yang tidak stabil (kacau) dalam masyarakat. Tetapi sebaliknya jika masing-masing bisa berbudi pekerti yang luhur sehingga dinilai baik oleh masyarakat luas sehingga terjadi pencitraan yang baik, maka itu tidak hanya baik untuk dirinya sendiri tapi juga baik untuk keluarga, kelompok atau institusinya. Akhirnya kehidupan bermasyarakat juga akan bertambah lancar yang berarti itu andil dalam menciptakan suasana damai, tentram yang berpahala besar.
Bentuk implementasi budi luhur secara sederhana dalam masyarakat adalah dengan proaktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan di masyarakat, baik dalam bentuk bantuan materiil maupun tenaga. Jangan mengabaikan bahkan acuh terhadap kegiatan di lingkungan sekitar sehingga berakibat munculnya penilaian negatif dari masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan antipati.
Penerapan Budi luhur Pada Tataran Berbangsa dan Bernegara
Sebagian besar ulama di Indonesia telah sama sama sepakat bahwa bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini adalah sudah final dan tidak bisa ditawar lagi. Sikap ini bahkan telah diperkuat dalam ijtimak ulama se Indonesia dalam pertemuan para ulama dibawah koordinasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Pondok Gontor, Ponorogo pada tahun 2006.
Dengan dasar ini maka seluruh warga negara Indonesia khususnya umat islam dituntut untuk ikut menjaga tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan selalu menjadikan agama dan perundang-undangan yang berlaku sebagai penuntun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena disadari sebagaimana keterangan pada bab sebelumnya bahwa Indonesia ini sangat beragam/heterogen, maka persatuan dan kesatuan hanya dapat dibangun atas dasar saling menghargai, berfikiran positif (husnudzon), saling rela berkorban untuk menyamakan persepsi/pola pikir (Taswiyatul Manhaj atau Manhaj al-fikr), sehingga terciptanya kesamaan/keserasian langkah (Tansiqul Harokah). Disinilah budi luhur menjadi kunci untuk bisa menyatukan persepsi dan menyerasikan langkah. Semoga tulisan ringkas ini bermanfaat.
Sumber: NuansaOnline