JAKARTA – Pondok Pesantren Minhajurrosyidin Pondok Gede Jakarta Timur kembali menggelar Halaqoh Akbar Tahfidzul Qur’an, Minggu (24/4) pekan lalu. Halaqoh yang diikuti santri se-DKI Jakarta ini berisi materi keutamaan menjadi penghafal Alquran, serta menampilkan para hafidz yang pernah mengikuti kejuaraan Musabaqoh Hafidzul Quran tingkat DKI Jakarta, maupun hafidz yang paling banyak hafalannya.
Salah satunya adalah santri halaqoh asal Cikarang, Abdu Samah (18). Meski ia memiliki gangguan penglihatan, yakni tidak bisa melihat, namun semangatnya menjadi seorang tahfidzul Quran sangat tinggi. Abdu Samah mampu menghafal Alquran hingga 10 juz, dengan dukungan dan dorongan sang ibu.
Salah satu anggota Tim Tahfid Alquran dari Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri, Abdul Fatah, mengapresiasi kegigihan Abdu Samah. “Asal ada kemauan keras, segala cobaan akan teratasi,” ujarnya, yang juga menjadi master of ceremony (MC) hari itu.
Santri berprestasi lainnya adalah Faiz (6). Meski terbilang sangat muda, tetapi ia mampu menghafal dua juz. Bocah cilik asal Bandung ini juga mendapat dorongan dari sang ibu. Di hadapan ratusan santri dan para guru pembimbing, Faiz percaya diri membaca Alquran Surat Al Mursalat, salah satu surat yang ia gemari.
Keutamaan Penghafal Alquran
Sepeninggal Rasulullah, Alquran masih berbentuk catatan yang terserak pada daun, batu, maupun media kayu. Kala itu, Alquran juga tersimpan dari para penghafal Alquran. Bukan saja menghafal suratnya, tetapi juga memahami arti, makna pengertian ayat dan keterangannya. Hingga pada akhirnya Alquran dibukukan, disusun berdasar catatan yang terpisah tersebut dan para penghafal Alquran.
Menurut salah satu pengajar Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri, Ustad Abdul Aziz Ridwan, untuk menjadi pribadi ahli Alquran hendaknya mengikuti Ali bin Abi Thalib ra, sepupu dan juga menantu Rasulullah Shallallohu alaihi wasallam.
Kala itu, menurutnya, Ali yang masih kecil, tidak takut menggantikan posisi Rasulullah untuk mengecoh orang kafir yang berniat membunuh Nabi, tuturnya. “Saat itu Ali percaya, bahwa Allah akan menolongnya. Padahal Ali berada diujung kematian,” terangnya. Kepribadian seperti itulah yang diharapkan dimiliki generasi masa kini. Generasi modern yang sangat kental dengan kecanggihan teknologi serta pergaulan tanpa batas.
Menurut Ustad Aziz Ridwan, agar setiap orang memiliki kemauan dan kemampuan menghafal Alquran, ia hendaknya mengikuti empat hal. Pertama, Alquran dijadikan sebagai detak kehidupan. Artinya, sikap dan tingkah laku dipenuhi dengan nilai-nilai luhur Alquran. Hal itu terlihat dari ketenangan jiwa setiap insan. Jelasnya, apa yang ada dalam suatu diri akan mengikuti Alquran.
Kedua, lanjutnya, menjadikan Alquran sebagai penjaga urusan, yakni menjadi jalan selamat dan petunjuk dalam menjalankan kehidupan. “Berpegangan pada jalannya Allah, juga berpegangan pada Allah melalui Alquran, kita akan selalu dijaga,” ungkapnya. Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan QS Yunus 57, Alquran merupakan penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada, menjadi petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Ketiga, menjadikan Alquran sebagai pembersih jiwa. Maksudnya adalah rutin membaca Alquran, akan menjadikan jiwa dan karakter yang bersih dari kejelekan. Dengan jiwa yang bersih, tampak pada budi pekerti yang luhur, sebagai cermin pemuda atau pemudi salih dan salihah. Terakhir, Alquran sebagai jalur keselamatan. Dengan mengikuti petunjuk dalam Alquran, seseorang akan mendapat kesuksesan, selamat dunia dan akhirat.
Sementara itu pemateri yang lain, Ustad Abdullah Mas’ud, mengatakan bahwa agar hafalan tetap terjaga, pertama adalah hendaknya seseorang memiliki tekad yang kuat, dengan ditunjukkan selalu berupaya terus mengulang kembali bacaan tanpa lelah. Kedua, selalu mengingat keutamaan orang menghafal Alquran. Dan yang terakhir, selalu memiliki semangat belajar dan menghafal, salah satu caranya adalah memilih teman yang baik. “Teman yang selalu mendukung aktivitas kita dan selalu menyemangati bila kita mulai bosan,” ujarnya. (LINES)