BEKASI – DPD LDII Kota Bekasi menggelar seminar wawasan kebangsaan, dalam rangka meningkatkan rasa cinta tanah air dan bangsa, serta mengukuhkan Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, di kalangan masyarakat dan warga LDII. Acara yang digelar di Gedung B2PLKLN Cevest itu dihadiri oleh Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbgpol) Kementerian Dalam Negeri Kota Bekasi.
Acara yang diikuti 1.000 peserta, menghadirkan pembicara Kepala Kesbangpol Kota Bekasi Momon Sulaiman. Menurut Momon, sepanjang 17 tahun reformasi yang mengubah pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi, mengakibatkan setengah dari kepala daerah dihukum akibat korupsi,
“Dari 524 bupati dan wali kota yang masuk penjara lebih 305 orang,” ujar Momon.
Selain korupsi, menurut Momon, reformasi juga mendorong kebebasan yang mengakibatkan sekelompok orang ingin mengganti falsafah negara Pancasila dan UUD 1945. Ide-ide mereka yang disebarkan dalam seminar, diskusi, dan media massa, mengakibatkan pro-kontra, “Bila dasar negara diganti, akan terjadi kekacauan. Dengan pelatihan wawasan kebangsaan ini ia berharap dapat membuka cakrawala warga Kota Bekasi untuk mengisi kemerdekaan bangsa dan negara,” ujarnya.
Dengan peningkatan wawasan kebangsaan, menurut Momon, radikalisme dan terorisme tidak akan terjadi di Bekasi. Menurutnya, boleh saja isu beras plastik dari Bekasi, tapi jangan terorisme. Di perhelata yang sama, Ketua Umum LDII, Prof. DR. Ir. KH. Abdullah Syam, M. Sc, menjelaskan Indonesia dapat hidup dengan kekuatannya yaitu keutuhan bangsa, seperti para pendiri negara yang mewujudkannya dalam Pancasila.
Mereka mencontoh Nabi Muhammad SAW memberikan teladan kepemimpinan dalam Piagam Madinah yang isinya lebih mengedepankan keutuhan, daripada tegaknya syariat Islam saat itu. Menurut Abdullah Syam, LDII sebagai ormas islam yang berdiri di Indonesia juga menggunakan falsafah Pancasila sebagai asas organisasi dan mencamtumkan Pancasila dalam AD/ART, bahkan sebelum UU Ormas dibuat dan disahkan. Karena, menurutnya, Pancasila tidak bertentangan dengan Alquran dan Hadis
Dalam kesempatan yang sama, Danramil Pondok Gede, Mayor Inf Edi Basuki, mengatakan radikalisme yang terjadi sekarang berada di wilayah proxy war. Menurut radikalisme dimulai dari memasukkan budaya-budaya negatif ke masyarakat, membuat pakta-pakta perdagangan untuk menekan Indonesia melalui jalur diplomasi, aliansi, dan intervensi dan membeli media dan menguasai komunikasi. Seringkali mereka bergerak melalui non-state actor seperti LSM atau ormas dan lainnya. Padahal kendali dari lembaga-lembaga tersebut adalah negara-negara yang mempunyai kepentingan di Indonesia.
Contoh yang dikemukakan Basuki antara lain demonstrasi yang dilakukan serikat buruh seringkali terhadap industri-industri yang dimiliki pengusaha Indonesia. Sehingga sebagian besar perusahaan Indonesia tutup karena berhentinya produksi perusahaan. Ini juga terjadi pada industri sawit, dimana perusahaan sawit yang dimiliki pengusaha Indonesia tutup karena isu perusakan alam oleh LSM, yang hanya diarahkan kepada perusahaan milik pengusaha Indonesia.
Lalu menurut Basuki, janganlah mahasiswa-mahasiswa Indonesia bangga mendapatkan beasiswa dan sekolah di luar negeri. Karena menurutnya, itu merupakan kesempatan negara tersebut untuk merekrut mahasiswa untuk menjadi agen asing dan dapat membantu mereka untuk menjalankan misinya di Indonesia. “Kalau mau sekolah di luar negeri, lebih baik dibiayai sendiri,” ucap Basuki.
Basuki juga mengatakan pemuda adalah agen perubahan, untuk itu dakwah perlu disampaikan sampai ke tempat-tempat terpencil dan selalu disampaikan dengan cara menyejukkan. Menurutnya pendidikan bela negara bisa disispkan dalam kegiatan ekstrakurikuler berupa kegiatan kepramukaan atau cinta alam. Sesuai dengan UU No. 34 TNI tentang bantuan masyarakat, TNI selalu terbuka untuk diajak karya bakti, karena kemanunggalan TNI-rakyat dapat menanggulangi proxy war yang ada sekarang ini.
Sementara itu pembicara yang lain Ketua Komisi B DPRD Kota Bekasi, Maryadi, mengatakan saat era Orde Baru para pem dibekali P4, sehingga mengerti tentang Pancasila dan mampu menyaring arus informasi dan paham-paham yang merusak. Beda halnya pemuda masa kini, yang tidak peduli lagi dengan Pancasila. “Para pemuda sekarang perlu imunisasi dengan pengetahuan dan pemahaman agama yang kuat serta pendidikan wawasan kebangsaan, seperti yang dilakukan LDII,” ujarnya.
Menurut Maryadi pemahaman agama yang dangkal, lalu penghasut masuk ke dalam pemikiran mereka, itulah yang menjadi bibit radikalisme. Untuk itu ia berharap agar warga Bekasi dan seluruh rakyat Indonesia kembali kepada Pancasila dan UUD 1945. (Reza/LINES)