JAKARTA – Ekonomi syariah berbasis kerakyatan tak sekadar wacana. LDII mendorong warganya mendirikan koperasi atau Usaha Bersama (UB) sejak 1998. Dari ribuan UB di tingkat Pengurus Anak Cabang (PAC) banyak yang sukses, namun tak sedikit yang gagal. LDII pada 21-22 Februari lalu menggelar seminar dan workshop, untuk meningkatkan kualitas UB.
Dalam acara bertajuk Seminar dan Workshop Peningkatan Kinerja Usaha Bersama Nasional: Membangun Kompetensi Pengelola Usaha secara Profesional Religius, para pemateri memaparkan bagaimana membuat rencana bisnis (Business Plan) dan strategi pemilihan investasi yang pas di masa mendatang. Pelaku usaha harus memikirkan strategi pemilihan investasi berdasarkan modal yang dimiliki, resiko, dan peluang. Selain itu, pelaku usaha juga harus memikirkan jenis usaha apa yang akan dijalani berdasarkan jangka waktunya, apakah satu jenis usaha (jangka pendek) atau portofolio (ragam usaha jangka panjang) tergantung kemauan dan modal yang dimiliki tadi.
“Strategi investasi dan prosesnya dapat berjalan sukses apabila faktor-faktor utama dikelola dan diperhatikan dengan baik,” ujar pemateri Andri Krisnanto dari Departemen Ekonomi Pemberdayaan Masyarakat DPP LDII. Menurut Andri yang dimaksud faktor-faktor utama tersebut adalah tujuan yang bersifat strategis, operasional badan usaha, serta penetapan target yang harus dicapai dan terukur, karena bisnis tidak melulu memikirkan keuntungan dari materi.
Seminar ini juga menekankan pentingnya aspek hukum dalam menjalankan usaha. Sugeng widodo, pakar hukum bidang usaha menjadi pembicara dalam sesi Pentingnya Aspek Hukum di Bidang Usaha. Ia mengingatkan perjanjian bisnis, baik itu hukum syariah maupun hukum konvensional selalu mengacu pada empat hal yang menyebabkan sah atau tidaknya perjanjian.
“Sepakat artinya tidak ada multipenafsiran, harus tepat apa yang diomongkan, batal demi hukum atau batal secara biasa dan kita harus mewaspadai permainan kata-kata dalam perjanjian. Dalam melakukan perjanjian, apabila objek berada dibawah tekanan dan dapat dibuktikan, maka perjanjian batal,” ujar Sugeng.
Ia mengingatkan setiap transaksi bisnis harus memperhatikan derajat pembuktian, peristiwa hukum, kewenangan para pihak, kesesuaian alat bukti dan pihak yang terlibat, isi akte harus jelas, dan terakhir adalah tanda tangan sebagai bukti kesepakatan, itikad baik sebagai langkah poin, untuk menguatkan akte perlu menambah jumlah saksi.
Lebih lanjut lagi, poin kedua adalah kecakapan dalam melakukan perjanjian. Jika salah satu pihak tidak cakap maka perjanjian dapat dimanipulasi sehingga ada yang rugi. poin ketiga adalah objek perjanjian. Barangnya harus ada dan mendapat izin. Poin keempat adalah klausal yang halal. Jika secara perdata sah, namun belum tentu secara undang-undang. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah mengatur perjanjian secara sah. Perhatikan sah dan tidaknya perjanjian harus dipikirkan baik-baik. Seperti dalam menandatanganan materai dalam perjanjian. Juga perhatikan kuat atau tidaknya perjanjian yang harus berdasarkan pembuktian notaris.
“Ada pilihan surat yang ditandai, hanya membuktikan dokumen pernah ada dan didaftarkan, namun tandatangannya notaris tidak tahu. Artinya pembuktian surat tersebut masih dibawah tangan. Selanjutnya adalah legalisasi, membawa dokumen dan tanda tangan di depan notaris kemudian verifikasi dokumen terkait. Dokumen harus digandakan sesuai dengan yang aslinya. Harus terjamin isinya, bukan hanya masalah legal atau tidaknya dokumen,” urainya.
Sementara itu, Ir. H. Musyanif sebagai salah satu pembicara memaparkan sumber daya manusia dalam perusahaan merupakan jiwa hidup dan matinya sebuah perusahaan. Menurutnya, perusahaan bisa maju dipengaruhi oleh value atau nilai. Dalam hal ini, sebuah perusahaan akan bernilai jika dapat bermanfaat bagi masyarakat terlepas dari kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.
“Value membuat perusahaan tumbuh besar, berkelanjutan, dan berumur panjang, maka membangun value itu sangat penting dalam nilai-nilai perusahaan,”ujar Musyanif. Value pertama adalah bermanfaat bagi masyarakat. Menciptakan lapangan kerja, dan menyejahterakan karyawan. Demikian jika koperasi syariah LDII tidak menyelipkan value di dalamnya tidak akan berkembang.
“Value kedua adalah nilai sebuah tim. Seperti contoh jika digaji sekian, maka akan berbuat lebih terhadap perusahaan. Maka kita jadi orang yang berbeda, berprestasi, dan semangat. Seperti itulah nilai tim. Ketiga adalah nilai individu. Karakter personal dibutuhkan dalam perusahaan karena orang-orang didalamnya merupakan nyawa perusahaan,” imbuhnya.
Lebih jauh lagi, Musyanif menginspirasi peserta bahwa apapun bisnis yang dilakukan jangan mencari keuntungan. Setiap bisnis yang dilakukan harus dengan syukur. Ia mengajak semua orang untuk memulai mimpi, namun ketika proses mulai berjalan lupakanlah mimpi dan perbanyak evaluasi. (Noni/LINES)