Sandal Japit yang Selalu Setia
ALHAMDULILLAH puja dan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Taala, atas limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga untuk pertama kalinya bisa menginjakkan kaki di tanah suci Makkah Al Mukarromah dan Madinah Al Munawwarah.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di Madinah, tepatnya ketika akan masuk Masjid Nabawi, yang saya pikirkan pertama kalinya adalah sandal dan rak sandal. Loh kok?
Maklum, sejak awal saya selalu mendengar cerita orang-orang yang pernah naik haji atau umroh. Mereka selalu bilang hati-hati dengan sandal, jangan ditaruh sembarangan. Jikalau karena sembarangan menaruhnya kemudian hilang, maka kemungkinan dibersihkan petugas kebersihan.
Memang, di Indonesia, sandal japit hilang atau tertukar usai sholat di masjid adalah hal yang lumrah, meski itu bukan karena dibersihkan petugas. Sehingga, seseorang pulang dengan kaki telanjang tanpa alas atau nyeker sudah biasa saja, tak perlu galau, karena kondisi jalan kampung di Indonesia yang kebanyakan sudah bagus, atau jika masih dalam kondisi jalan tanah pun, nyeker bukanlah masalah besar.
Saat di Makkah, suasana dan hawa udara di siang hari sangat panas. Jika saat kehilangan sandal di Masjid Nabawi, Kita bisa pulang lewat sisi-sisi bangunan hotel yang cukup iyup memayungi jalanan, apalagi banyak toko penjual sandal. Namun di Makkah, berjalan menuju penginapan yang jauh bisa menyiksa kaki yang telanjang, meski melewati lantai halaman masjid yang seluruhnya dikeramik, karena saking panasnya lantai.
Alhamdulilah, sandal japit yang kubeli di sebuah supermarket di Surabaya ini selalu setia menemani kedua kaki ini, bahkan menempel terus mulai perjalanan dari Madinah, Makkah, Jeddah, Jakarta hingga tiba kembali di Surabaya. Kaki bersandal japit ini baru merasakan tidak nyaman saat sampai di Jakarta dan Surabaya, cuman karena risih saja.
Sandal, betapapun kelihatannya remeh temeh, tapi begitu Kita sampai disana, akan menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi para jamaah haji atau umroh. Untuk itu, mungkin sedikit tips, jamaah haji atau umroh agar mempersiapkan sandal saat di tanah air, cukup pilih yang empuk, lunak, dan nyaman di kaki, mirip sandal saya ini. 😀
Pengalaman di Masjidil Haram Makkah
Ada pengalaman baru ketika di Masjidil Haram, saat akan memasuki pintu masuk — kalau tidak salah nama pintunya King Abdul Aziz, menghadap Abraj Al Bait Towers — untuk mengikuti sholat dhuhur (atau ashar? ). Saya tetap mengenakan sandal saat naik tangga menuju ke pintu, namun begitu sampai depan pintu, saya lepas sandal untuk masuk masjid.
Nah, saat melepas sandal dan telapak kaki menyentuh lantai itulah, saya merasakan panas nyelekit di telapak kaki. Ini karena di lantai tersebut langsung terpapar sinar matahari.
Tapi anehnya, saya melihat orang-orang yang tawaf di sekitar Kabah, sama bertelanjang kaki, di siang hari yang terik sebelum dhuhur maupun sesudahnya, tidak ada orang yang tampak kepanasan kakinya. Bahkan sholat di tengah-tengah dekat Kabah pun, tidak terlihat tanda-tanda orang kepanasan. Subhanallah!
Ini benar saya buktikan saat melakukan hal yang sama. Suatu hari tawaf di siang hari sebelum dhuhur, kemudian sholat 2 rakaat di belakang Maqam Ibrahim, tidak ada panas nyelekit di telapak kaki seperti yang saya rasakan saat di luar masjid.
Ada yang mengatakan lantai di sekitar Kabah berbeda jenisnya, yang mampu menyerap panas dengan baik. Beberapa sumber menyebutkan di bawah lantai dilengkapi pengatur udara (Air Conditioning/AC). AC bersirkulasi di bawah lantai marmer dan dipasok melalui grid ventilasi. Sumber lain menyebutkan mesin untuk menjalankan AC ini berasal dari kawasan Ajyad.
Saat penasaran lantai dan saya amati, hampir saya tidak melihat perbedaan yang mencolok, lantai marmer putih sama persis seperti lantai biasa, yang memiliki ketebalan sekira 5 cm. Ketebalan ini bisa saya lihat jelas di bawah tiang-tiang di sekitar Kabah saat itu, yang tengah direnovasi. WallohuÔÇÖalam.
Sandal di Masjid Nabawi Madinah
Saat pertama hendak masuk Masjid Nabawi, di dekat pintu King Al Fahd, pengunjung akan menjumpai rak sandal yang lumayan besar. Rak ini hanya mampu menampung sandal pengunjung sejumlah kecil saja, dari jumlah pengunjung yang ratusan ribu itu, bahkan diperkirakan jutaan jumlahnya saat sholat Jumat.
Jika rak tidak muat, sandal bisa dibawa pengunjung ke dalam masjid, dan diletakkan di rak sandal yang hampir ada di tiap-tiap tiang masjid. Dengan begitu, pengunjung akan tenang sholat atau beribadah dekat sandalnya. Kalaupun orangnya bergeser jauh, masih ada nomor rak sandal dan tempat yang mudah diingat.
Betulkah mudah diingat? Beberapa orang mungkin tidak mudah mengingat, terutama yang lanjut usia, apalagi berada di tempat-tempat yang memiliki kesamaan struktur bangunannya. Di Masjid Nabawi, hampir semua tiang-tiang dan pintu keluar masuk sama persis bentuk dan rupanya. Untuk itu, bagi yang bersama orang tua hendaknya terus dan jangan lelah membimbingnya.
Pengalaman saya, untuk mengingat letak rak sandal adalah dengan mengira-kira jumlah tiangnya berada pada posisi tertentu, misal posisi dekat pintu.
Saya kadang kesulitan mengingat nomor rak sandal yang jumlah digit-nya sampai ribuan dan bentuk angka Arab-nya mirip itu, meski menghapal juga kadang saya lakukan. Bagi orang yang mudah mengingat angka, tentu itu bukan masalah.
Intinya, sepertinya pemerintah Arab Saudi sudah mempersiapkan kenyamanan dan ketenangan pengunjung yang jumlahnya sangat banyak itu, yang datang dari berbagai negara hanya untuk beribadah. Sehingga, pengunjung tidak direpotkan oleh pikiran-pikiran kecil yang mengganggu kekusyukan beribadah, misal saat sholat kepikiran sandalnya hilang.
Tipsnya, letakkan sandal pada rak-rak yang sudah disediakan, dan berbaiksangkalah pada Alloh (husnudzon billah), insya Alloh sandal akan aman berada di tempatnya, meski jutaan manusia berkumpul disana silih berganti.
Bersambung …