Suasana Buka Puasa Bersama di Masjid Nabawi
ALHAMDULILLAH syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Taala, sholawat serta salam tertuju pada Nabi Muhammad Shollallohu alaihi Wassalam beserta keluarga dan seluruh pengikutnya. Tak lupa juga saya ucapkan jazaakumullahu khaira kepada seluruh pembaca setia seri catatan perjalanan ini.
Kali ini fokus catatan pada pengalaman saya menyaksikan suasana buka bersama di Masjid Nabawi, Madinah al Munawwarah, menjelang masuk bulan Ramadan 1434 H.
Meski tidak dalam suasana Ramadan, namun sepertinya hampir setiap hari Senin dan Kamis, menjelang Maghrib, pengurus Masjid Nabawi menyediakan makanan pembuka puasa atau Tajil, untuk jamaah yang berpuasa.
Betulkah pengurus masjid yang menyediakan makanan tersebut?
Oiya, saya tidak memastikan apakah mereka pengurus masjid atau bukan. Setahu saya, pengurus masjid selalu berseragam, berbaju Arab putih atau krem dan bersurban kotak-kotak merah putih. Kadang juga berkacamata hitam berdiri sambil mengawasi jamaah di luar masjid.
Tampang pengurus juga beragam. Ada yang berwajah lembut dan kalem, sepertinya pengurus teras yang selalu duduk di belakang meja kantor. Namun ada yang berwajah sangar dan tegas, seperti bagian pengamanan, biasanya di pintu masuk masjid.
Bagian pengamanan ini sering menolak orang yang kedapatan membawa galon kosong ukuran 10 liter untuk mengambil zamzam di dalam masjid, atau jamaah yang membawa sajadah dalam jumlah banyak untuk sholat di dalam masjid.
Nah, dengan ciri-ciri tersebut, saat melihat orang-orang yang menyediakan Tajil ini, mereka jauh dari tampang pengurus. Sumber lain menyebutkan, mereka, para penyedia Tajil, adalah asisten yang membantu pesedekah. Para pesedekah ini berlomba-lomba bersedekah kepada siapa saja yang mereka temui disana, fastabihul khoirot.
Saya sempat mengira, seandainya makanan ini berasal dari pengurus masjid, tentu akan ada banyak dana yang harus disediakan untuk semua ini.
Lalu, apa saja isi Tajil ini?
Macam-macam, tetapi yang paling umum adalah kurma, roti gandum, dan minuman berwarna putih, sepertinya susu hangat. Ada yang menyebut itu bukan susu, tapi gahwa atau kopi Arab, seperti kopi susu. Ada yang menyebutkan, tak boleh berupa makanan kelas berat seperti nasi, sayur, dan ikannya, apalagi kolak pisang dan es pallu butung. 😀
Makanan ini digelar berjejer di atas selembar plastik tipis panjang, membentang sepanjang shaf-shaf sholat. Saat sholat Maghrib akan dimulai, plastik dilipat dan makanan dibersihkan segera. Usai sholat, jamaah bergerombol mendekati yang punya makanan untuk melanjutkan santapan, atau sekadar mencicip minuman.
Saya hanya mampu melihat-lihat saja, melongo. Saya menyesal tidak ikut mencicipi saat itu, karena saya mengira itu hanya untuk yang berbuka puasa saja. Sedangkan saat itu saya tidak sedang berpuasa, jadi rasanya malu kalau saja ikut nimbrung disana, padahal pengen juga. 😀
Di bulan Ramadan, menurut sumber lain, jumlah pesedekah ini makin banyak, bahkan berebut tempat. Jika tiap Senin dan Kamis di luar Ramadan, Tajil mungkin hanya bisa ditemui di dalam masjid, tetapi saat Ramadan Tajil berlimpah sampai di halaman masjid.
Masih menurut sumber tersebut, saking berlimpahnya, siapapun boleh memakannya bareng-bareng di waktu berbuka, sepuasnya, bahkan diperbolehkan membawanya pulang.
Sayang sekali, pengalaman ini tidak saya jumpai di Masjidil Haram di hari Senin itu, atau memang ketika itu saya tidak fokus memperhatikannya. Saya hanya menjumpai orang-orang yang membagi-bagikan makanan di siang hari.
Orang-orang yang bagi-bagi makanan ini berwajah seperti yang saya lihat di film-film. Saya sampai menduga, mereka berasal dari bekas negara bagian Uni Sovyet, seperti Bosnia dan Uzbekistan. Entahlah, saya sulit membedakan wajah wanita muda maupun tua dari negara-negara ini, termasuk dari Turki. Kebanyakan mereka berkulit putih dan wajahnya mirip semua. Hadeeh… 😀
Itulah sedikit catatan pengalaman menyaksikan suasana berbuka puasa di Masjid Nabawi. Mudah-mudahan, Allah memberi saya dan para pembaca catatan ini, kesempatan memperoleh pengalaman baik berumroh di bulan Ramadan. Aamiin.
Semoga catatan ini bisa diambil hikmahnya dan menambah pengalaman serta barokah bagi kita semua. Aamiin.
Bersambung …