Oleh Drs H Sunardi MT, Ketua DPD LDII Kabupaten Jember
Sekadar nostalgia, Indonesia pernah menjadi salah satu titik pusat peradaban dunia. Lalu semuanya menjadi senyap. Riuh nama Jawadwipa atau Swarnadwipa yang membuat orang-orang Eropa, pemburu merica dan lada, berdatangan ke nuasantara tak lagi terdengar.
Maka monumen berupa candi Borobudur, Prambanan, dan berbagai artefak peninggalan sejarah seperti mengingatkan tentang pernah adanya sebuah integritas yang pernah hadir di Indonesia. Lalu, bagaimana mengembalikan integritas bangsa di tengah-tengah konsumerisme, korupsi, dan ancaman perpecahan lantaran perbedaan agama atau ras.
LDII melihat pentingnya bangsa Indonesia melaksanakan 6 tabiat luhur (rukun, kompak, kerjasama yang baik, jujur, amanah, dan kerja keras juga berhemat (muzhid mujhid)), sebagai gerakan moral dan upaya-upaya keluar dari krisis integritas bangsa. Dimulai dengan meningkatkan kerukunan di antara sesama bangsa Indonesia.
Rukun adalah sifat/tabiat pribadi orang Islam yang tidak mempunyai uneg-uneg, prasangka jelek, dengki, srei, iri hati kepada sesamanya. Saling mengasihi serta bantu membantu dalam kebaikan, tolong menolong, kuat memperkuat, saling mendoakan yang baik, bersikap ramah terhadap sesama (wajah ceria dan penuh kebahagian), keporo ngalah atau berebut mengalah. Akibat rukun dapat mengakumulasikan potensi-potensi sehingga mendapatkan kekuatan prima untuk menyukseskan program.
Bangsa ini harus sanggup membebaskan diri dari prasangka buruk, rasa dengki, dan iri antara sesama anggota masyarakat. Sifat yang khas dari orang Indonesia adalah tak suka bila koleganya berhasil. Kerukunan bersifat dinamis dan sejatinya adalah modal dasar manusia sebagai makhluk sosial yang selalu ingin berkelompok. Sebab kerukunan merupakan media untuk mengumpulkan energi positif.
Energi positif inilah yang sangat diperlakukan untuk membangun kehidupan sosial ke arah yang lebih baik, dalam bentuk pembangunan. Bayangkan saja bila kerukunan tak dibentuk, energy positif akan terus berbenturan dengan energi negatif, yang berakibat mundurnya proses pembangunan bangsa. Selain kerukunan, hal lain yang tak boleh diabaikan adalah masalah kekompakan. Sebab, rukun, tak selalu kompak.
Kompak adalah bersama-sama melakukan kegiatan yang disepakati (komitmen) dilakukan dengan giat, senang, gembira, seiya sekata, sak yek saeko proyo, holopis kuntul baris.
Manusia bisa saja rukun, meski berbeda pendapat, namun kekompakan membutuhkan kesamaan pendapat, visi,sampai bagaimana memulai dan mengakhiri pekerjaan. Wujud nyata kompak, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam hadits Bukhori: “Orang iman terhadap orang iman yang lain sebagaimana bangunan yang bagian-bagiannya saling memperkuat.”
Dengan demikian kekompakan menciptakan sebuah jati diri, kekuatan, dan solidaritas karena dengan kompak kelemahan satu individu bisa ditutupi dengan kelebihan yang lain. Hal ini sangat berguna untuk menyelesaikan suatu program atau menghadapi ancaman dari luar. Lalu berikutnya adalah kerjasama yang baik.
Kerjasama adalah sikap orang Islam yang saling peduli, saling mendukung, saling melancarkan, tidak jegal menjegal, tidak jatuh menjatuhkan, tidak rugi merugikan, tidak fitnah menfitnah. melainkan kerjasama yang saling menguntungkan.
Kerjasama adalah sikap yang harus dimiliki kelompok untuk mencapai cita-cita bersama. Dalam kerjasama, setiap individu harus menjauhkan diri dari sikap saling jegal atau merugikan satu sama lain. Kerjasama diperlukan untuk mengorganisasi potensi yang dimiliki dalam suatu kelompok. Dalam team building, pengertian satu sama lain untuk meraih cita-cita bersama menjadi sangat penting, sehingga pada satu titik diperlukan pengorbanan dari salah satu
Anggota kelompok.
Pengembangan Potensi Individu
Selanjutnya, ada tiga hal yang mesti dimiliki oleh individu untuk membangun integritas bangsa, yakni sifat jujur, amanah, dan bekerja keras.
Jujur adalah sikap pribadi orang Islam, yang apabila berkata benar, tidak dusta, tidak menipu, polos (apa adanya). Jujur dan sidiq adalah satu sifat kenabian di samping amanah, tablig dan fatonah. Kejujuran boleh dikata adalah pangkal atau modal dasar membangun integritas. Seorang individu harus mampu jujur terhadap diri sendiri (internal honesty) maupun terhadap orang lain (external honesty).
Kejujuran terhadap diri sendiri diperlukan untuk merumuskan target yang bisa diraih oleh seorang individu. Selain itu, kejujuran terhadap diri juga sangat penting untuk menselaraskan antara ucapan dan perbuatan. Sebab, ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan mengakibatkan tergerusnya integritas seseorang.
Sering terjadi di Indonesia adalah, pada saat Pemilu para calon pemimpin berkampanye dengan janji-janji, yang sebenarnya mereka sendiri tak bakal mampu memenuhi janjinya itu. Walhasil, usai memenangi Pemilu, mereka tak akan pernah menepati janjinya, lantaran orientasi berpolitik hanya soal kekuasaan atau posisi belaka. Inilah yang membuat Indonesia berjalan di tempat.
Jujur terhadap orang lain diperlukan untuk menjaga integritas. Juga merupakan syarat terwujudnya keutuhan dan kekompakan kelompok. Tanpa kejujuran terhadap orang lain, mustahil kerukunan, kekompakan, dan kerjasama yang baik bakal terwujud. Semakin tinggi tingkat kejujuran dalam suatu kelompok atau bangsa, maka semakin ringan beban sosial yang ditanggung oleh bangsa, sebaliknya semakin rendahnya tingkat kejujuran menambah beban sosial suatu bangsa.
Amanah
Amanah adalah bisa dipercaya dan menjaga kepercayaan, tidak berkhianat (tidak merusak kepercayaan), dan menyampikan hak kepada orang yang berhak menerimanya.
Lantas, sikap amanah diperlukan agar setiap individu dapat dipercaya dan mampu menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Sikap amanah, diperlukan untuk membangun kemampuan bekerjasama dengan pihak lain, untuk mencapai cita-cita bersama. Kemampuan mengemban amanah, sangat berkait dengan kemampuan membentuk kinerja kelompok, bahkan membentuk kinerja suatu bangsa. Kemampuan mengemban amanah akan menghasilkan kehidupan saling percaya, yang selanjutnya menghasilkan energy positif.
Sebaliknya, ketidakmampuan mengemban amanah akan menghasilkan energy negatif, yang membuat suatu kelompok atau bangsa selalu ingin berpikir negatif antara satu dengan yang lainnya, yang hasilnya justru membuat menurun kinerja individu atau kelompok.
Tingginya tingkat korupsi di Indonesia, salah satu disebabkan ketidakmampuan birokrat untuk jujur dan amanah terhadap tugas yang diembankan pada mereka. Lalu korupsi inilah yang membuat ekonomi berbiaya tinggi, yang hasilnya produk Indonesia kalah bersaing dari sisi kualitas dan harga, juga investor jeri untuk berinvestasi di Indonesia, lantaran banyaknya korupsi dalam bentuk pungutan liar, di luar pungutan yang legal.
Muzhid mujhid
Sikap terakhir yang diperlukan untuk membangun integritas bangsa adalah muzhid mujhid.
Muzhid adalah apabila dalam kehidupan sehari-hari bekerja giat, semangat dan berhasil serta sesuai antara kerja dan penghasilan, dengan bidang pekerjaannya.
Mujhid apabila kehidupan sehari-harinya mengatur penghasilan dengan pola hidup hemat, gemi setiti ngati-ati(hemat, cermat, hati-hati) tidak boros, dapat mengukur kemauan, dan kemampuan.
Muzhid (bekerjakeras), adalah usaha keras agar dapat bersaing dalam iklim kompetisi global.
Dalam meraih tujuan, seseorang harus melakukan kerja keras untuk hasil yang maksimal sekaligus memenangi persaingan. Bekerja keras dapat menghasilkan sesuatu untuk pencapaian kebutuhan hidup atau memberi solusi terhadap suatu permasalahan.
Budaya kerja keras inilah yang tampak dari orang Jepang dengan semangat bushido, yakni kerja keras dan tekun hingga tercapainya suatu target. Semangat inilah yang juga menyelamatkan bangsa Jepang dari keruntuhan fisik dan moril pascaPerangDunia II. Demikian pula dengan masyarakat maju di negara Barat, mereka bekerja keras sekaligus merencanakan semuanya dengan matang. Dengandemikian, Barat mencapai peradaban tertinggi dalam hal teknologi sejak revolusi industri di abad 19.
Selanjutnya adalah berhemat. Hemat menjadi bagian penting dari pembangunan integritas, lantaran inilah sikap terampil dalam mengelola pengeluaran. Ketika budaya konsumerisme menyergap dunia, orang tak lagi memperhatikan fungsi dalam membeli produk, tapi lebih mengutamakan gengsi. Pendekatan ini membuat orang semakin boros lantaran slogan: Anda adalah apa yang Anda pakai.
Walhasil status seseorang bukan lagi ditentukan oleh profesi atau kelebihan dalam suatu ketrampilan, tapi diukur dengan apa yang dimiliki. Repotnya, konsumerisme ini mendorong orang berbuat apa saja untuk memiliki materi, alias brand terkemuka.
Mereka tak lagi hanya bekerja keras, tapi juga karena desakan-desakan keinginan dari keluarga, seorang ayah misalnya korupsi karena ingin membelikan mobil istrinya. Atau bila seorang staf kejaksaan korupsi lantaran ingin memiliki Blackberry. Nah inilah yang membuat integritas terganggu lantaran persoalan konsumerisme.
Dengan berhemat, seseorang mampu menyimpan devisa untuk pengembangan usaha sekaligus menjaga segala kemungkinan keperluan mendadak. Kemampuan berhemat inilah yang membuat bangsa Cina memiliki surplus besar devisa negara dan cadangan energi. Misalnya manajemen batubara. Cina adalah pengimpor terbesar batubara dunia, sementara cadangan batubara yang mereka miliki sebagai persediaaan bila cadangan dunia menipis.
Dengan enam tabiat luhur ini, setidaknya menjadi modal kuat dalam membangun integritas bangsa. Sehingga Indonesia bisa duduk sama rendah dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa di dunia. (Pernah dimuat dalam Radar Jember, 11/1/2014 berjudul 6 Tabiat Luhur/Foto: inelectric.com)