NASIONAL – Mengisi pembekalan tentang pertahanan negara, Panglima TNI Jendral Moeldoko menjelaskan peran penting ulama dalam Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta). Dalam Rapimnas 2014 pada Selasa (13/5), Moeldoko menjelaskan Sishanta tidak dapat terbentuk tanpa dukungan seluruh komponen negara guna memanfaatkan seluruh sumberdaya manusia dan alam bila sewaktu-waktu terjadi perang atau ancaman negara. Ulama menurutnya memiliki peran strategis guna menciptakan karakter bangsa.
Moeldoko menjelaskan hakiki dasar bela negara yang dilakukan oleh sipil adalah panggilan hati dan spririt untuk terlibat aktif membela negara. Hal tersebut dapat tercipta melalui pembangunan karakter kebangsaan yang baik yang salah satunya dapat dilakukan oleh para ulama.
Peran tersebut menjadi semakin penting, mengingat potensi proxy war yang dapat terjadi setiap saat dan mengancam negara. Hal tersebut menurutnya lebih berbahaya dibandingkan perang secara fisik karena bisa dilakukan oleh siapa saja (non state actor). Moeldoko menjelaskan musuh bangsa ini merusak stabilitas negara melalui bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ini sangat terlihat dari kegermaran masyarakat saat ini yang lebih gemar mengunakan produk dan budaya luar dibandingkan bangsa sendiri.
“Jumlah penduduk bumi yang mencapai 7 miliar jiwa dan terus bertambah 1 milyar setiap 10 tahunnya menyebabkan terjadinya krisis pangan, air, energi, serta penurunan daya dukung lingkungan,” ujar Moeldoko. Krisis ini menurutnya, mengancap Indonesia yang berada di wilayah ekuator dan dianugrahi berbagai sumber daya alam. Ulama memiliki peran untuk membangun kecintaan negara kepada umatnya sehingga kejadian warga negara yang menjual kekayaan alam bangsanya untuk bangsa lain, tidak terjadi.
Di sela penyampaiannya, Moeldoko bercerita tentang masa kecilnya di Pesing, Kediri, Jawa Timur. Besar di Kediri, menyebabkan Moeldoko sangat mengenal LDII luar dalam. Dirinya juga menyampaikan, penambahan “I” di akhir LDII yang berarti Indonesia, seharusnya menjadikan LDII sebagai organisasi yang nasionalis. “Warga LDII seharusnya menjadi orang Indonesia yang Islam, jangan terbalik orang Islam yang ada di Indonesia,” jelas Moeldoko.
Moeldoko mendukung prinsip LDII yang menyampaikan dakwah dengan soft dan green. Menurutnya dakwah semacam ini adalah bentuk dakwah yang paling dibutuhkan oleh bangsa ini. Tanpa kekerasan dan menyejukkan umat. “Para pengkhotbah itu seharusnya menyejukkan, bukan malah menyebar fitnah, memprovokasi, atau menjelek-jelekkan golongan lain, Khotbah kok medeni (menakutkan),” ujarnya.
Di akhir pemaparannya Moeldoko juga memuji program Trisukses generasi penerus yang digalakkan LDII. “Faqih, berakhlaqul kharimah, sudah biasa dilakukan oleh ormas Islam lain. Tapi mandiri merupakan program yang sangat luar biasa,” pujinya. Dengan mandiri menurutnya etos kerja dan pembangunan bangsa dapat tercipta dengan baik. Dirinya juga memuji petas silat yang dilakukan oleh pesilat cilik yang menyambutnya. Menurutnya silat sangat penting untuk membangun karakter bangsa, seperti yang dilakukan oleh bela diri Shaoulin di Cina. (Bahrun/Lines)