Pahlawan-Pahlawan Muda Masa Depan LDII
NASIONAL – LDII memiliki program tri sukses generasi penerus: faham dalam agama, berakhlakul karimah, dan mandiri. Mereka diharapkan menjadi generasi penerus bangsa yang mampu mengangkat martabat Indonesia. Tulisan ini dibuat untuk memperingati hari pahlawan. Inilah mereka dan kata mereka tentang Pahlawan yang akan dimuat dalam beberapa tulisan berseri.
Seri pertama ini, menampilkan sosok wanita muda yang juga seorang seniman, Siti Nur Fauziana. Menjadi seniman, dan semua elemen bangsa lainnya, tentu terbuka untuk terlibat dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia.
Saat pertempuran Surabaya pada 10 November 1945, kota itu memiliki Cak Durasim, seniman ludruk yang memompa semangat arek-arek Suroboyo dengan berbagai parikan ÔÇô pantun yang dinyanyikan ala suroboyoan. Alhasil terlecutlah semangat tempur rakyat Surabaya melawan pendudukan Inggris dan Belanda.
Maka Siti Nur Fauziana meyakini hal yang sama. Seniman bisa menjadi pahlawan, katanya. Karya-karya seniman bisa mengharumkan nama bangsa, begitu keyakinan Siti Nur Fauziana yang diakrab Zia ini memang baru menginjak usia 22 tahun. Mahasiswa Seni Murni Institut Teknologi Bandung angkatan 2009 ini telah meraih berbagai penghargaan. Di antaranya Good Design Selection kategori lighting dengan karyanya berjudul ÔÇ£TemaramÔÇØ.
Soal juara, medali memang akrab dengan Zia sejak kecil. Saat masih duduk di bangku SD, tangan-tangan terampilnya berhasil meraih juara I menganyam di tingkat provinsi. Duduk di bangku SMP, Zia kerap mengikuti festival band. Ketekunannya bermusik tak ia tinggalkan ketika duduk di bangku SMA jurusan bahasa. Sambil terus bermusik, Zia serius menekuni belajar Bahasa Jepang. Usahanya tak sia-sia, ia berhasil meraih juara I nasional pidato dalam bahasa Jepang. ÔÇ£Saya bercita-cita ingin kuliah sound engineering,ÔÇØ kata Zia.
Toh keinginannya terjun di dunia musik, dia urungkan saat tamat SMA. Dia lebih memilih masuk jurusan seni murni ITB, ÔÇ£Meringankan beban orangtua, kebetulan saya mendapat beasiswa di jurusan seni murni,ÔÇØ kilah Zia.
Rupanya, beasiswa itu tak sekadar membebaskan Zia dari pungutan uang sumbangan masuk ITB, namun juga melepaskan dirinya dari kewajiban membayar uang kuliah saban semester. Orangtua Zia banya membantu dalam menekuni seni. Bagi Zia orangtua tak hanya mendukung namun sekaligus mengarahkan, dan memberi gambaran masa depan dengan segenap risiko pilihannya.
Zia menjatuhkan pilihan pada studio seni keramik karena peminatnya yang paling sedikit. Zia memilih itu karena terdapat peluang yang besar di antara pesaing yang sedikit. Mulanya, bagi Zia kuliah hanya rutinitas. Hingga suatu waktu dia menyelesaikan proyek instalasi offroad track Jalan Sumur Bandung. Lalu terbesitlah keingginannya untuk hidup dari dunia seni.
Karya-karya Zia sangat dipengaruhi duo seniman wanita asal Belanda Mella Jaarsma dan Mirjam Veldhuis. Karya-karya mereka di bidang seni instalasi dan keramik menjadi ilham bagi Zia.
Kepiawaian Zia dalam instalasi dan keramik membuatnya diundang berpameran di Galeri Nasional pada 2012. Asal tahu saja. Tak semua seniman bisa memampang karyanya di Galeri Nasional yang menjadi representasi pencapaian seni nasional. Di saat bersamaan, Galeri Nasional mengadakan pameran seni bertajuk Reposisi.
Rupanya, peserta pameran itu adalah juri Indonesian Good Design Selection (IGDS). Ini berkah bagi Zia. Salah satu juri IGDS yang mengikuti pameran Reposisi menyarankan agar ÔÇ£TemaramÔÇØ karya Zia, diikutkan IGDS. Temaram adalah seni desain yang membuat nyala lampu menjadi teduh alias temaram. Karya Zia diganjar Gold Award dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Meskipun kini berprofesi seniman, Zia tak hidup dalam dunianya sendiri. Ia memperhatikan berbagai gejala kemerosotan moral bangsa, ÔÇ£Kita kekurangan contoh yang baik. Media memiliki tugas mecari contoh yang baik agar generasi selanjutnya menjadi lebih baik,ÔÇØ pungkasnya.
Jadi menurut Zia, seluruh pemuda bisa menjadi pahlawan dengan cukup memberi contoh yang baik terhadap orang lain. Zia juga berpesan kepada para pemuda untuk tidak mensia-siakan masa mudanya karena takut mencoba. Dengan mencoba, kemungkinan sukses menjadi lebih besar, ÔÇ£Lebih baik menyesali karena kita telah mencoba daripada kita menyesal karena tidak melakukan apapun dan mengambil keputusan,ÔÇØ ujarnya. (Reza)