JAKARTA – Wajah Islam saat ini sering diidentikkan dengan terorisme, kekerasan dan isu lainnya yang membuat orang enggan untuk mengenal lebih jauh. Media video dan televisi memberi arti besar dalam pencitraan negatif tersebut. LDII sebagai lembaga dakwah Islam tertarik untuk merubah hal tersebut dengan berdakwah melalui media televisi, baik dengan film dokumenter maupun pemberitaan. Berlokasi di Wisma DPP LDII, Patal, Jakarta, DPP LDII mengadakan Workshop Jurnalistik Televisi, Sabtu dan Minggu, 22-23 Februari 2014.
Rendra Almatsier, praktisi film dokumenter dari Impro yang menjadi salah satu pengisi workshop ini mengatakan media berbentuk video jauh lebih efektif dalam penyampaian pesan saat ini. Dibandingkan media tulis atau cetak, video bisa menyampaikan lebih banyak informasi dalam waktu yang singkat.
ÔÇ£Karena pada dasarnya otak manusia didesain untuk membayangkan sesuatu dalam bentuk gambar. Ketika saya mengatakan gajah, pasti yang terbayang di otak temen-temen bentuk gajah, bukan tulisan ÔÇ£G-A-J-A-HÔÇØ yang teman-teman bayangkan,ÔÇØ ujarnya. Rendra juga menambahkan sering kali informasi penting tidak terserap sempurna oleh komunikan karena tidak tertarik dengan cara penyampaiannya.
Muhammad Ied, Ketua Departemen Komunikasi Informasi dan Media DPP LDII mengharapkan acara ini dapat membantu ldii.tv dalam mendukung dakwah via media. Ied berharap visi ldii.tv ÔÇ£Menjadi TV dakwah dan pendidikan terbaikÔÇØ dapat terwujud 5 tahun ke depan. Acara yang pesertanya juga berasal dari Bandung, Bekasi, Cikarang, Cilacap, Surabaya, Kediri, dan Kalimantan Utara ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan dakwah via media film ini di wilayah mereka.
Guna meningkatkan pengetahuan peserta tentang teknik pengambilan gambar dan stand up reportase, LDII menghadirkan praktisi televisi berita untuk berbagi ilmu. Andi Muhyidin dan Bambang Triyono di hari pertama pelatihan memberikan gambaran peran penting hasil gambar dan teknik penyampaikan berita guna tersampainya informasi dengan baik. Andi menyampaikan dalam penyampaian reportase yang terpenting adalah laporan yang disampaikan via simpel dan mudah dimengerti. ÔÇ£Kita harus membuat penonton tv itu bisa menangkap informasi ketika pertama kali melihat tayangan tersebut,ÔÇØ ujar Andi.
Pada akhir pelatihan, Adi Wijaya, documenter film maker yang juga kameramen di Trans 7, melengkapi pelatihan dengan pengetahuan seputar produksi film dokumenter. Adi memberi contoh film dokumenter ciptaannya pondok pesantren orang yang terkena gangguan jiwa. Adi berusaha memberi gambaran bahwa banyak hal menarik ada disekitar kita setiap harinya. Semisal pondok pesantren LDII.
Dyah Ayu, siswi Shulton Aulia Boarding School yang menjadi peserta pelatihan, mengaku di acara ini dirinya mendapatkan banyak ilmu baru dari para senior di bidang jurnalistik tv. Ayu yang semula hanya memiliki pengalaman jurnalistik dari pelatihan singkat di sebuah mall, kini mengetahui beberapa teknik reportase yang baik. Rasa gerogi dan masih terburu-buru saat berbicara di depan kamera, menurutnya adalah salah satu hal yang perlu ia perbaiki.
Serupa dengan Ayu, Bayatan rekan sekelasnya yang juga mengikuti pelatihan ini, mengaku mendapatkan banyak teknik baru. Khususnya dalam hal editing. Bayatan senang karena di pelatihan ini dirinya tidak hanya dijejali dengan teori-teori, akan tetapi lengkap dengan praktik pengambilan gambar dan editing. (Bahrun/LINES)