Oleh Faizunal ‘Kusmono’ Abdillah
Mari kita sibak kembali masalah yang satu ini. Bukan untuk mengkritisi keadaan yang ada, tetapi semata-mata membangun kembali akar kepemimpinan sejati bagi diri sendiri. Tidak juga menunjuk hidung orang lain, akan tetapi mengkonstruksi kembali pilar-pilar kepemimpinan yang benar. Sebab kita semua adalah pemimpin bukan pemimpi. You are a leader, not a dreamer.
Nah, dari sederetan dalil (yang telah Anda baca), atau dari sekumpulan ilmu (dari pakar kepemimpinan), bisa ditarik kesimpulan bahwa akar utama kepemimpinan adalah masalah tanggung jawab. Ya, itu saja. Barang siapa yang bisa melaksanakan dengan baik apa yang akan dilakukan dan mempertanggungjawabkan setelahnya, itulah kepemimpinan. Pada kenyataannya banyak orang yang terjebak dengan masalah tanggung jawab ini. Alih-alih bertanggung jawab, banyak orang justru ngemplang, mengambil langkah mudah (keuntungan) di depan dan melupakan akibat (tanggung jawab) dari perbuatan itu di belakang. Kumaha engkae. Atau Anda yang nanggung, saya yang jawab. Begitulah leluconnya. Atau laksana hutang, setelah dapat, ternyata banyak orang yang lupa membayarnya. Padahal, kita tahu hutang itu sunnah, bayarnya yang wajib bahkan dibawa sampai mati.
Maka Allah mengingatkan akan masalah ini dengan tegas sebagaimana tertulis di Surat Yasin ayat 65, yang artinya; “Pada hari ini(Qiyamat) Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
Atau yang serupa di surat Fushshilat ayat 20-21, Allah berfirman; “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.”
Apa yang menarik dari ayat ini? Inilah hakekat kepemimpinan yang sejati. Inilah teori kepemimpinan yang banyak orang cari dan berguru. Memang ayat-ayat ini bercerita tentang kehidupan nanti di akhirat, dimana manusia diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah atas semua yang pernah ia lakukan. Mulut dikunci, tetapi anggota tubuh lainnya bersaksi. Ayat ini bercerita tentang pengadilan sejati. Pengadilan abadi. Tak ada kebohongan. Tak ada yang bisa mengelak. Nah, disinilah pokok pelajaran yang dicari itu ditunjukkan. Kepemimpinan pada dasarnya adalah masalah tanggung jawab. Kepemimpinan adalah kesadaran untuk mengambil tanggung jawab terhadap segala bentuk kelakuan, tindak-tanduk yang kita perbuat dan semua akibatnya. Dengan apa kita melakukan semua perbuatan itu? Adalah dengan panca indera kita. Dengan tangan, kaki, telinga, mata dan anggota tubuh yang lainnya. Oleh karena itu Allah menanyakan kepada anggota-angota tubuh itu sebagai barang bukti atau saksi yang akhirnya bisa bicara. Dan membuktikan seperti apa format kepemimpinan kita.
Sering saya menyebutkan kepemimpianan adalah hal-hal yang sederhana. Letak kesederhanaannya tersebut ada dalam ayat di atas. Yaitu bagaimana seseorang bisa menjaga panca indera yang diberikan Allah kepadanya dengan penuh tanggung jawab. Bagaimana menggunakan tangan yang benar. Jangan suka usil dan menyentuh yang bukan mahrom. Bagaimana melangkahkan kaki ke tempat yang benar. Pergi ke tempat-tempat yang bermanfaat, tempat belajar, pengajian dan bukan tempat maksiat. Bagaimana menggunakan telinga untuk mendengarkan hal-hal yang baik, bermanfaat buat diri dan nuraninya. Memelihara mata dari hal yang tak berguna. Memandang ciptaan Allah untuk menambah kesyukuran. Dan bagaimana menjaga kemaluan sesuai aturan yang ada. Jadi pimpinlah anggota badan sendiri dulu. Tak usah bicara yang jauh-jauh, cukup kembali mengenali diri sendiri dan mengendalikan inderawi untuk berbuat sesuai norma dan tuntunan yang ada. Di situ ada sunnatullah dan hukum Allah yang menjadi acuan dalam bertindak dan harus dipertanggungjawabkan.
Menengok potret kepemimpinan orang-orang besar adalah mereka yang mampu memimpin diri sendiri. Orang-orang yang sukses mengendalikan inderanya, sehingga manfaatnya (baca pengaruhnya) menyebar ke segala arah. Inilah kunci keberhasilan kepemimpinan. Di Amerika Serikat misalnya, bisa kita lihat, seorang calon pemimpin kandidat presiden misalnya, bisa langsung mundur begitu ketahuan selingkuh. Di Jepang atau Korea misalnya, calon pemimpin langsung mundur jika ketahuan korupsi atau KKN. Artinya apa? Bagaimana mau jadi pemimpin kalau tidak bisa memimpin diri sendiri. Bagaimana mau memimpin negara, memimpin orang banyak, memimpin anggota badannya saja tidak becus. Tidak mengikuti rel-rel kaidah dan aturan yang ada. Bagaimana mau memimpin kalau suka merampas hak-hak liyan (orang lain).
Dari Ibn Umar r.a. dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda; “Kalian semuanya adalah pemimpin dan akan ditanya (pertanggung jawaban) dari yang dipimpinnya. Seorang amir (pemimpin) akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin keluargnya dan akan di tanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri memelihara rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya. Seorang hamba (buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut (dimintai pertanggung-jawaban) tentang hal yang dipimpinnya.“(Rowahu Bukhari)
Maka, menggarisbawahi, menyarikan dan meresume dalil Kullukum roin di atas, tak lain adalah masalah tanggung jawab. Bagaimana mengelola dan mengendalikan diri untuk menggunakan panca indera dengan baik dan benar. Memimpin adalah memimpin diri sendiri, sebab hanya diri kita sendirilah yang bisa kita kelola dan kendalikan. Memimpin adalah memberi manfaat yang sebesar-besarnya diri ini kepada sekitar. Sebab selain diri sendiri, kita hanya bisa mempengaruhi. Tak lebih. Baik secara suka rela atau suka paksa. Sebab bagaimana pun, setiap yang kita lakukan akan bermuara kembali kepada diri ini sendiri dengan satu kata yang mewadahinya yaitu tanggung jawab.
Bagi yang belum tergugah, bagi yang belum tersentuh, simaklah kembali sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terkait hal ini;”Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya; dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.“(HR At-Tirmidzi (no. 2417)
Betapa beratnya sebuah tanggung jawab, ia terbawa sampai akhirat. Dan itulah kepemimpinan.