JAKARTA – Pada 2012, saat Rakernas di Botani Square, Bogor, LDII mengumumkan pembentukan Majelis Taujih wal Irsyad (MTI) dan Dewan Pakar. Bila Dewan Pakar adalah kumpulan pakar di bidang politik, sosial, budaya, dan ekonomi, maka Majelis Taujih Wal Irsyad adalah lembaga yang mengkaji berbagai fenomena sosial dalam masyarakat, dipandang dari sisi agama. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan MTI dalam bentuk keilmuan dan ubudiyah, untuk menjawab kegelisahan masyarakat dalam berbagai hal.
Adapun susunan pengurus MTI di antaranya KH Kasmudi Ashshidqi, SE, M.Ak sebagai ketua, KH Edi Suparto sebagai wakil, KH M. Fadli Abdul Syukur selaku sekretaris, KH Abdul Aziz Ridwan selaku wakil ketua, KH Aceng Karimullah, Hafiluddin, dan Zunit Saifullah sebagai wakil sekretaris. Sementara yang duduk sebagai anggota antara lain: KH. Abd.Syukur, KH Hakim Mulyono, KH Sholichun, KH M. Thohir Abd. Salam, KH Ikhwan Abdillah, KH Mustofa Royyan, KH Taufiqurrohman, KH Abd. Fatah, KH Abdulloh Mas’ud, KH. Syaifurrohman, KH. Abdul Bari, KH. Ahmad Falas, KH. M. Irsyad Rosyidi, KH Ubaidillah Al Hasaniy, Pahala Jaya, dan lain-lain.
Pada soft launching majelis Taujih wal Irsyad, juga menghadirkan Dr. Ardito Binadi mewakili Dewan Pakar LDII. Adapun produk yang ditampilkan, salah satunya adalah buku yang membahas tujuh transaksi haram dalam Islam. Korbid Pendidikan Agama DPP LDII, Chriswanto Santoso menyatakan produk lain yang dilansir bersamaan adalah syaro-syaro Asmaul Husna, dan termasuk tujuh transaksi, serta akad-akad transaksi halal.
“Secara harfiah, majelis ini merupakan dewan majelis yang memberi arahan atau petunjuk serta lebih banyak merespon pertanyaan dari masyarakat. Apabila terkadang belum jelas ditemukan dalam ayat Alquran dan Alhadist. Seperti contoh apabila ada ayat atau hadis yang rumit, majelislah yang menjelaskan,” ujar Chriswanto Santoso.
Visi MTI adalah mewujudkan sebuah majelis yang mengoptimalkan aktivitas dakwah yang terorganisir sehingga kualitas keulamaannya meningkat. Adapun misi majelis yang berkantor di Pondok Wali Barokah Kediri ini, menjabarkan dan mensosialisasikan nilai-nilai Islam secara sistematis dan dinamis. Misi lainnya, adalah merespon problem-problem teraktual dalam masyarakat dan menjadi mediator bagi generasi penerus untuk menggali ilmu agama baik secara tekstual maupun kontekstual.
Kegiatan MTI berupa pembahasan pendalaman dan kajian-kajian literatur Islam. Dengan mengkaji ilmu tersebut akan timbul pemahaman-pemahaman tentang ilmu ibadah, muamalah, akhlak, dan adab. Ilmu-ilmu yang menunjang, bagaimana seseorang bisa memahami Alquran. Majelis ini juga mengadakan seminar untuk menyusun buku pedoman ibadah. Kemudian merumuskan kurikulum lembaga pendidikan agama, mempublikasikan dan mensosialisasikan produk-produk MTI, mengadakan kerjasama dengan dewan pakar yang lain, baik dalam organisasi LDII maupun di luar organisasi.
Sedangkan penerbitan syaro Asmaul Husna dibuat agar masyarakat lebih tahu arti dan makna mengenai nama-nama Allah. Sedangkan Man’had Wali Barokah al Islami berupa rujukan mengenai haramnya riba atau ghoror yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakpastian, dhoror yaitu transaksi yang menimbulkan penganiayaan, maksiat yaitu melakukan usaha kelihatannya halal tapi haram, mengandung riswah/suap.
Dengan adanya kejelasan dari MTI, umat Islam dapat menjalankan transaksi tanpa terganggu dengan transaksi haram dan mengetahui akad-akad halal transaksi. MTI akan membahas permasalahan itu dengan bahasa yang mudah diterima berbagai kalangan.