BOGOR – Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 telah di depan mata. Namun kesiapan bangsa Indonesia tak juga nyata, terutama dalam persoalan SDM dan penguatan ekonomi syariah. Untuk itu LDII menggelar Rapat Kerja Prioritas dengan tema “Rapat Program Kerja Prioritas LDII dalam Menyongsong Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pada 17-18 Januari 2015, di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, untuk menajamkan Rencana Strategis yang telah disusun dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada 2014 silam.
Dalam raker tersebut LDII fokus pada lima klasters di antaranya penguatan SDM, religiusitas, ekonomi syariah, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan industri kreatif, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kelima bidang ini diharapkan dapat membantu pemerintah untuk menyiapkan umat Islam dalam menghadapi MEA 2015, “Menghadapi MEA, kami melihat bangsa ini hanya bisa memenangi persaingan dengan memiliki nasionalisme yang kuat dan mencintai produk dalam negeri, serta terus berinovasi,” ujar Ketua Umum DPP LDII, Prof Dr KH Abdullah Syam, M.Sc saat pembukaan raker.
Abdullah Syam juga menyatakan ketidaksiapan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015, akibat terlalu fokus kepada persoalan demokrasi politik, yang beriplikasi besar kepada model pembangunan yang tidak berkelanjutan, atau selalu berorientasi kepada pembangunan jangka pendek. “Sejak reformasi, bangsa Indonesia melaju tanpa Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), akibatnya bangsa Indonesia tak memiliki basis yang kuat untuk menghadapi MEA, jumlah penduduk yang besar dan kekayaan alam yang melimpah hanya membuat Indonesia sebagai pasar, bukan pemain sebenarnya,” ujar Abdullah Syam.
Konsekuensi dari sistem demokrasi yang liberal menghasilkan liberalisasi di bidang politik dan ekonomi, yang menelan biaya yang tinggi. Bahkan beberapa peraturan yang terlampau liberal mengakibatkan pasar Indonesia terlampau terbuka. Di sisi lain, pelaku ekonomi nasional belum siap untuk berkompetisi secara terbuka.
Menurut Ketua DPP LDII, Prasetyo Soenaryo, ada beberapa permasalahan mendasar bagi bangsa Indonesia mulai dari tingkat filosofis, strategis, maupun teknis. Permasalahan filosofis adalah mulai tercerabutnya identitas dan ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Akibat permasalahan ini, banyak masalah strategis seperti peraturan perundangan yang tidak selaras dengan ideologi dan konstitusi bangsa. Selanjutnya dalam aspek teknis, perundangan yang liberal ini membuat ekonomi Indonesia sangat bergantung pada impor baik pangan maupun energi,” ujar Prasetyo Soenaryo. Surutnya karakter bangsa ini membawa dampak ekonomi yang besar, yang salah satunya berakibat kepada kampanye “Aku Cinta Produk Indonesia” kurang berhasil.
Sementara itu kekuatan ekonomi bangsa yang bersumber kepada jumlah penduduk, kekayaan alam, dan energi tak dapat dimanfaatkan dengan baik karena SDM Indonesia masih lemah, dari aspek softskills dan hardskills. Aspek softskills berkaitan dengan jati dirinya sebagai bangsa mulai hilang, sementara kelemahan hardskills ditunjukkan dengan lemahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. “MEA 2015 ini bisa menjadi momentum bangsa Indonesia untuk melakukan pembenahan dari berbagai aspek yang dihadapi bangsa Indonesia,” tegas Prasetyo Soenaryo.
Dengan latar belakang masalah tersebut, LDII menggelar rapat kerja program prioritas, untuk mendapatkan solusi atas isu-isu strategis yang mempengaruhi eksistensi organisasi LDII. Tujuan lainnya adalah menghasilkan progra kerja yang kontekstual dan terencana, serta mengelola implementasi rencana program kerja DPP LDII pada 2015. Hasil program kerja LDII 2015, selanjutnya menjadi acuan bagi semua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) LDII untuk menyusun dan menyesuaikan, atau mereplikasi program-program yang ada sesuai kebutuhan. (Ludhy/Riyan/LINES)