BALIKPAPAN – Menjelang memasuki Ramadan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Balikpapan bersama Kantor Kemenag pemerintah Kota Balikpapan menyelenggarakan Rapat Koordinasi bersama lembaga dakwah dan organisasi masyarakat Islam, bertempat di Hotel Sagita Balikpapan, Rabu, 3/6/2015.
Dalam kesempatan ini hadir Wali Kota Balikpapan, H Rizal Effendi, sekaligus membuka dan memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Rizal menyampaikan tiga hal sebagai bahan masukan yang perlu diketahui masyarakat.
Pertama, perihal penggunaan pengeras suara di masjid, surau, atau musholla pada bulan Ramadan agar tidak mengganggu umat lain. Kedua perihal program-program pemerintah seperti ketahanan pangan sejalan dengan program MUI berkaitan dengan Ramadan.
“Di Karang Joang itu tentara diminta menanam padi seluas dua hektar,” ujar Rizal Effendi. Menurutnya, hal ini sejalan dengan keinginan Presiden perihal ketahanan pangan. “Karena tidak ada perang, TNI diterjunkan ikut membantu menanam padi.”
Ketahanan pangan adalah bagian dari ketahanan nasional. Dengan ketahanan nasional, berarti bukan saja kemampuan bangsa Indonesia bertahan dari serangan asing, tetapi dapat diartikan kemandirian bangsa Indonesia memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk perihal keamanan pangan.
“Kue-kue Ramadan itu banyak yang menggunakan bahan pewarna textil,” ujarnya. Hal ini berdasarkan pengalaman pemerintah Kota Balikpapan tahun-tahun sebelumnya, yang menemukan sejumlah makanan yang dijual di pasar Ramadan dengan warna yang sangat mencolok.
“Sekarang ini tidak ada yang tidak bisa dipalsukan, seperti beras palsu, untuk itu keamanan pangan menjadi penting sekali, termasuk ditemukan pedagang yang mengurangi timbangan,” tegasnya lagi. Oleh karena itu, lanjut Rizal, dengan keamanan pangan berarti turut menjaga agar situasi Ramadan turut aman.
Selain pangan, Rizal berharap kotbah Jumat atau ceramah Ramadan menghindarkan diri dari isi atau konten politik, kecuali hal itu dibahas dalam kegiatan forum dialog tersendiri. “Kotbah Jumat harusnya clear dari politik,” harapnya.
Ketiga, perihal pembangunan Masjid Agung, yang dibangun di kawasan Ruhui Rahayu dan sampai sekarang belum ada penetapan dari wali kota. “Jadi, jika kita jadikan Masjid Agung harus dikeluarkan SK (Surat Keputusan) Wali Kota,” ujar Rizal Effendi.
Sementara itu Ketua MUI Balikpapan, KH Anas Mochtar, mengungkapkan pokok-pokok materi yang dibahas oleh setiap komisi dalam rapat koordinasi tersebut. Salah satunya adalah komisi tiga, yang membahas zakat dan fidyah.
Menurut KH Anas Mocthar, dasar penentuan 2,5 kg beras untuk zakat fitrah masih belum ada kesepakatan. Menurut pengamatannya, umat Islam dalam menggunakan satu Shok ada yang menyetarakannya dengan 2,5 kg beras, ada yang 2,7 kg, dan ada yang 3 kg atau lebih.
“Dulu dasarnya satu Shok empat Mud dengan tangan dua (tangkup), dan saat itu bukan berupa beras. Jadi perlu disepakati saat ini. Saya berharap ditetapkan lebih tinggi dari itu,” ujar KH Anas Mochtar.
Di komisi tiga, perwakilan LDII yang mengikuti adalah H Ahmad Saudi, selaku Ketua Pimpinan Cabang (PC) Kecamatan Balikpapan Kota, didampingi Ustad Kasim dari Pimpinan Anak Cabang (PAC) Kelurahan Klandasan.
“Dari hasil diskusi di rapat komisi, saya sempat kenalkan pada Pak Anas Mochtar bahwa LDII selama ini untuk zakat fitrah pakai media shok, sekira 2,7 kg beras,” ujar ustad Kasim ketika ditanya perihal hasil rapat komisi. Hal ini tentu mengundang pertanyaan dari KH Anas darimana asal media shok tersebut diperoleh. “Kita jawab beli di Pondok Wali Barokah Kediri,” ujar Ustad Kasim.
Komisi tiga akhirnya menyepakati bahwa zakat fitrah maupun fidyah adalah menggunakan satuan Shok yang setara dengan 2,7 kg beras, menggantikan 2,5 kg yang digunakan masyarakat umum tahun-tahun sebelumnya. Hasil rapat koordinasi ini kemudian menjadi dasar MUI bersama ormas dan lembaga dakwah untuk disampaikan kepada pemerintah kota melalui Kantor Kemenag Kota Balikpapan. Mudah-mudahan disepakati bersama. (SA/LINES)