FORUM – Puasa kali ini ada yang berbeda. Bukan karena memang tahunnya berbeda, tetapi suasana di rumah yang sungguh menggoda. Bagaimana tidak? Sekarang saatnya membimbing anak ketiga saya untuk berpuasa dengan benar. Sebab dibandingkan dengan kakak pertamanya yang cewek, sangat berbeda pembawaannya. Sang Kakak bahkan sudah kuat puasa sejak kelas 1 SD, nah yang ketiga ini masih angin-anginan berpuasa, walau sudah beranjak ke kelas 3 SD. Jadi ada usaha ekstra untuk membimbingnya, agar tidak keterusan. Berbagai macam cara saya lakukan agar tetap menjalankan puasa dan tidak gagal di tengah jalan.
Perjuangan dimulai sejak sahur. Walau kata sudah janji mau bangun, pas saatnya sahur tetap saja merem. Akhirnya “teko mencari gelas”, makanan disuapkan ke tempat tidur. Yang biasanya makannya banyak, mungkin karena masih ngantuk, hanya sedikit yang disantap. Demikian juga dengan minum, cuma sedikit yang diteguk. Bangun jam 8 sudah merengek minta makan, lapar katanya. Setelah diingatkan, dia senyum-senyum sambil bilang lupa katanya. Jam 10 sudah mulai marah-marah sendiri, tanda lapar mulai menyerang. Untuk mengalihkan perhatian, saya berikan privilege, memainkan gadget tanpa boleh diganggu kakak dan adiknya. Usaha ini berhasil sampai jam 12.
Nah, di pasal 12 inilah waktu krusial. Mau mbedug atau terus. Godaan makan di matanya semakin besar, kegelisahannya tampak di sekujur gerak tubuhnya. Rayuan-rayuan dan reward ditawarkan, tapi tak ada yang mempan. Sampai akhirnya saya punya ide mengajaknya ke Gramedia dan Alhamdulillah diterima. Dia melupakan acara makan di tengah harinya dan memilih pergi ke toko buku. Yah, dengan taktik mengulur-ulur waktu, sampailah di penghujung puasa hari itu. Dengan keluahan perut sakit dan haus yang tak tertahan, akhirnya hari pertama sukses sampai berbuka. Tapi sebelum ke peraduan malam itu, istri saya bilang kalau tadi, dia sudah sempat mencuri sepotong tahu untuk mengisi perutnya di jam 12, ketika kita tinggal sholat. (Gubrakkk! Tepok jidat).
Hari kedua agak lumayan, tapi masih minta berendam untuk mengusir rasa hausnya, dan hari ketiga lebih baik walau tetap sering mandi jika merasa haus. Ya tahulah, apa maksudnya dengan mandi dan berendam. Tak lain bisa sedikit mengecap air kehidupan, penghilang dahaga. Yang penting buat saya adalah pembelajaran dan pengertian akan sebuah kewajiban tentang puasa. Dan satu lagi yang menggema di hati akan itu semua adalah adanya sebuah harapan sebagaimana Allah kalamkan di dalam firmanNya.
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa (la’allakum tattaquun). (QS Al-Baqoroh 183)
Saya ingin berbagi tentang ayat ini dengan fokus harapan, dimana Allah dengan setia terus berharap agar hamba-hambaNya bisa menjadi hamba yang bertakwa (la’allakum tattaquun). Dengan berpuasa di bulan ramadhan salah satunya. Maka sebagai responnya, saya juga berharap terhadap diri saya, istri saya dan anak-anak saya benar-benar bisa menjadi hamba yang bertakwa. Merintis jalan ketakwaan, meningkatkan kualitas ketakwaan dari waktu ke waktu. Pada akhirnya, nanti, kita semua bisa benar-benar memperoleh predikat itu, ketika ajal menjemput.
Mungkin kita semua masih ingat, sering para motivator menceritakan kisah 4 lilin, untuk memberikan jalan terang pemahaman akan sebuah harapan.
Lilin pertama berkata; “Aku adalah DAMAI. Namun manusia tak mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit lilin itu padam.
Lilin kedua berkata; “Aku adalah IMAN. Sayang aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
Dengan sedih lilin ketiga berbicara; “Aku adalah CINTA. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya dan sekitarnya.” Tanpa menunggu lama, maka matilah lilin ketiga.
Tanpa terduga, seorang anak masuk ke dalam kamar dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan, ia berkata: “Apa yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan!” Ia pun menangis.
Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata: “Jangan takut, janganlah menangis, selama aku masih ada dan tetap menyala, kita tetap dapat menyalakan ketiga lilin lainnya. Akulah HARAPAN.”
Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga lilin lainnya. Dan dunia pun jadi terang, lenyaplah kegelapan.
Yang lain boleh mati. Boleh hilang, boleh pergi. Tetapi jangan pernah mematikan harapan. Dengan asa dan harapan itulah, kita bisa menghidupkan damai, iman dan cinta. Sama seperti cerita ini, ketika ramadhan tiba, ketika menjalani puasa tak lain adalah menjaga asa kita untuk menjadi orang yang bertakwa. Jangan pernah berputus asa, karena Allah selalu berharap kita menjadi orang-orang iman terbaik dengan tingkat ketakwaan yang sempurna. Dan belajar dari sinilah, saya menyemai harapan kepada anak-anak saya. Menemani mereka taraweh, mengajari mereka ngaji, menyimak mereka tadarus, membantu istri sehingga berkesempatan mengkhatamkan qurannya, dan lain-lain kegiatan-kegiatan kecil penghidup asa ketakwaan.
Menyisihkan selfie, mengedepankan berbagi sehingga puasa lebih berarti. Berbagi perhatian, berbagi kesempatan, sehingga beroleh kemanfaatan yang berlipat ganda. Karena, itulah esensi takwa yang sebenarnya, tidak hanya melayani Tuhan, menjauhi larangan dan menjalankan perintahnya, akan tetapi juga melayani makhluknya di bumi.
Oleh: Faizunal ‘Kusmono’ Abdillah