Bis dua lantai dengan kursi besar dan pendingin yang cukup membuat enam jam perjalanan menjadi tidak terasa berat. Yang sedikit berbeda hanya rombongan harus melewati dua pemeriksaan keimigrasian negara dalam satu hari, Singapura untuk keluar dan Malaysia untuk masuk. Alhamdulillah semua berjalan lancar walau sedikit memakan waktu.
Melalui sedikit kemacetan dalam kota layaknya dibeberapa kota di Indonesia, perjalanan enam jam ini berakhir di Bukit Bintang, Kuala Lumpur Malaysia. Fhadz Vembryant, yang menjadi wakil dari Pertubuhan Islam Selangor yang menjemput rombongan untuk kemudian memandu menikmati ramahnya transportasi di Kuala Lumpur menuju penginapan.
Dari Bukit Bintang, rombongan menggunakan monorail menuju stasiun kereta Hang Tuah. Kalau mengerti bagaimana ramah dan nyamannya monorail, Jakarta seharusnya sejak dulu melakukan ground breaking untuk proyek serupa. Tapi tidak ada kata terlambat untuk perubahan menuju kebaikan.
Stasiun kereta Hang Tuah, walau cukup sibuk tapi kesan bersih dan rapih tetap begitu kentara. Tidak tampak sama sekali pedagang asongan, pengamen apalagi pengemis. Kalaupun ada yang berjualan, pastilah didalam kedai yang tersusun rapih ditempatnya. Sekali lagi, bukti bahwa kesungguhan menjadi modal utama untuk sebuah keberhasilan. Perjalanan kereta ini melewati delapan statiun dan berakhir di Statiun Ampang.
Di Ampang, rombongan disambut oleh beberapa pengurus Pertubuhan Islam Selangor. Persis yang terjadi di Singapura, ini kali pertama kami bertemu satu sama lain tapi rasanya sudah menjadi pertemuan ke seribu kalinya, dengan senyum yang tulus, jabat tangan dan kedekatan yang menyaudara, membuyarkan semua batasan, mendekat-akrab-kan satu sama lain dalam naungan nikmat Alloh yang tiada dua nya : iman dan islam. Lima mobil kemudian mengantarkan kami ke penginapan yang tak jauh letaknya.
Tulisan ini dibuat satu bulan kemudian, tapi masih saja belum terlupakan bagaimana peserta menikmati suguhan yang sangat Malaysia ; nasi briyani. Wangi rempah yang kuat, ukuran butir nasi yang sedikit lebih gemuk dan panjang, kelembutan daging kambing dengan kuah berwarna kuning serta sambal hijau yang tidak terlalu pedas, masih terekam dengan baik dikepala para peserta. Nasi briyani juga sering menjadi topik seru untuk dibincangkan diantara peserta, sekalipun sudah beberapa minggu ketibaannya di tanah air. Kenikmatannya selalu berhasil menciptakan kerinduan.
Selesai menikmati nasi briyani, peserta rehat untuk memenuhi acara yang sudah disusun malam harinya.
APU dan Mousang King
Peserta lumayan beruntung, berkesempatan untuk hadir dan mendengarkan presentasi disalah satu kampus terbaik di Kuala Lumpur, APU (Asia Pacific University). Acara ini di inisiasi oleh salah satu warga LDII Balikpapan yang sedang menempuh pendidikan disana, Rifqi Afrigh Brilliana yang juga istri dari Fhadz Vembryant. Kampus multi-bangsa ini menawarkan begitu banyak ÔÇÿkemewahanÔÇÖ pendidikan. Peserta dipertontonkan bagaimana semaraknya mahasiswa dari multi-bangsa berkumpul belajar dan bekerja bersama. Tempatnya yang di jantung Kuala Lumpur, bersebelahan dengan Stadiun Bukit Jalil, rasanya bisa dijadikan salah satu pilihan untuk kuliah, hanya saja kocek yang lebih tebal juga perlu disiapkan.
Dari APU, peserta menyempatkan mampir di kediaman Fhadz Vembryant, menikmati suguhan dan keindahan Kuala Lumpur dari ketinggian.
Acara utama malam itu adalah silaturohim dengan seluruh warga Pertubuhan Islam Selangor, termasuk pemuda dan pemudi. Berkenalan satu sama lain, sambil menikmati pecel lele yang menjadi teman makan malam.
Acara berjalan santai dan sangat terbuka, dibuka sambutan dari pihak Malaysia dan perkenalan semua peserta. Seperti yang diharapkan oleh para peserta sejak awal, kunjungan ini diharapkan mampu semakin membuka sudut pandang dan memperkuat jiwa akan pentingnya kemampuan mengambil sikap, membuat skala prioritas, bahwa menetapi Alquran dan hadist adalah harga mati yang tidak bisa lagi ditawar ditengah bisingnya manusia dengan segala kesibukan. Pertemuan ini juga kembali mengingatkan peserta, dimanapun tempatnya, apapun kondisinya dan bagaimanapun keadaaanya, dengan kesungguhan (dan izin Alloh tentunya) semua bisa dilakukan. Walau kondisi badan sedikti lelah, semua peserta terlihat antusias hingga acara berakhir mendekati tengah malam.
Karena acara besok sudah tidak lagi di Kuala Lumpur, peserta menyempatkan berpose di menara Petronas, walau hanya bisa berpose dari luar karena sudah tidak diperbolehkan masuk, sudut photo yang kami dapat masih tak kalah bagusnya. Menara Petronas tampak lebih cantik dimalam hari, ‘bergincu’ ribuan watt lampu yang menghiasi sekelilingnya.
Manis dan lembutnya durian Mousang King menjadi penutup acara malam itu. Rupanya tak jauh dari menara Petronas banyak penjual menjajakan durian yang harganya jauh lebih murah dibandingkan harga durian di Balikpapan. Kesempatan ini tak disia-siakan peserta, menikmati sepuasnya. Sebagian lagi tetap senyap karena tak suka durian. Menikmati malamnya Kuala Lumpur berteman Mousang King juga menjadi hal yang sering mendatangkan kerinduan.
Setelah puas, peserta bergegas pulang dan beristirahat, bersiap menyambut padatnya acara besok sejak pagi hingga malam hari. (MGu)
Bersambung…