JAKARTA – Pesantren modern tak hanya memprioritaskan pendidikan agama. Para santri dibekali pengetahuan manajemen, sehingga siap menjadi wiraswastawan untuk memberdayakan ekonomi umat.
Sebagaimana pesantren-pesantren di dunia, yang terbentuk bersamaan dengan masuknya penyebaran Islam. Indonesia juga memiliki tradisi pesantren seperti itu. Bahkan, pesantren di Indonesia memiliki andil besar melahirkan tokoh pergerakan nasional dan pejuang di era kemerdekaan.
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Penelitian dan Pendidikan Pelatihan Kementerian Agama H. Abdul Jamil, jumlah santri pondok pesantren di 33 provinsi di seluruh Indonesia mencapai 3,65 juta yang tersebar di 25.000 pondok pesantren. Angka ini terbilang cukup untuk memulai suatu gerakan ekonomi kerakyatan.
Pesantren Sidogiri Pasuruan misalnya, telah memulai wirausaha pada 1961. Laboratorium prakteknya barulah berupa kedai dan toko kelontong. Saat itu, usaha pesantren hanya sebatas membuka kedai yang menyediakan nasi dan penganan ringan untuk memenuhi kebutuhan santri sendiri. Berkat ketelatenan dan kehematan pengurus, selisih untung dari membuka kedai kemudian dikembangkan dengan usaha lain; mendirikan toko kelontong yang berjualan sembako dan kebutuhan rumah tangga.
Semula hanya terbatas bagi lingkungan pesantren, namun kemudian mendirikan toko buku dan toko bangunan di sejumlah pasar di Pasuruan. Sesuai mottonya, dari santri untuk santri, Ponpes yang dipimpin oleh KH Mahmud Ali Zain itu, kini memiliki 10 unit usaha yakni kantin, toko kelontong (menjual sembako), toko buku, toko alat-lat rumah tangga, kosmetik, toko bangunan, mini market, wartel, pertanian, BMT, pembuatan sarung dan baju muslim. Kecuali itu masih ada usaha percetakan kitab, hadis, buku tulis, dan undangan.
Bahkan dalam setahun terakhir, pesantren ini juga memproduksi kue dan air kemasan. Semua olah tangan santri pesantren Sidogiri ini diberi merek ‘Santri’. Air kemasan merupakan produk terbaru, hasil kerja bareng dengan PT Alamo, sebuah perusahaan air kemasan di kawasan Gunung Bromo, Probolinggo. Produk air kemasan santri Pesantren Sidogiri mampu bersaing dengan produk lain di pasaran.
Produksinya per bulan mencapai 25 ribu pak (1.000.000 gelas). Selain dalam kemasan gelas, pesantren juga membuat ukuran botol dengan kapasitas 700 mililieter dan 1.500 mililiter. Omset per tahun pesantren ini mencapai Rp 15 miliar. Omset ini masih terhitung dari sektor usaha saja, belum termasuk BMT. Disebutkan, semua usaha pesantren yang sudah beromset miliaran rupiah itu tanpa melibatkan tenaga profesional dari luar.
Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, pesantren bukan lagi sekedar institusi pengajaran ilmu agama, namun juga merupakan wujud kontribusi untuk memberdayakan ekonomi kerakyatan. “Pondok pesantren dapat menjadi agen perubahan sosial yang mana merupakan pilar penting bagi pembangunan nasional,” ujar Suryadharma Ali.
Harapan Suryadharma Ali untuk mendorong pesantren melakukan pemberdayaan ekonomi umat, disambut baik oleh LDII. Bahkan Pondok Pesantren LDII Gadingmangu, Jombang, misalnya telah dilengkapi dengan sekolah umum dan kejuruan, yang di dalamnya terdapat berbagai jurusan dan program ekstrakurikuler meliputi mesin, elektronika, fesyen, dan pengajaran komputer, yang memungkinkan para siswanya menjadi wirausahawan sesuai minat mereka. (ldii media)