Oleh: Agus Wijayanto, SH
Hingar bingar politik menjelang Pemilu legislatif April 2014 sedikit terhenti saat Ramadhan, namun kini berganti dengan kemunculan baliho-baliho dan deretan spanduk ucapan selamat berpuasa plus foto caleg dengan berbagai pose yang menutupi ruang-ruang publik seolah berlomba memberikan pencitraan yang terbaik pada masyarakat.
Yang menarik adalah berita di JPNN.com 12/7, Gubernur DKI Jokowi menyuruh menurunkan spanduk Pemda DKI yang memberi ucapan selamat berpuasa dengan memasang foto dirinya. “Yang paling penting kan kalau sore buka, kalau pagi sahur, kalau malam tarawih, kan gitu aja. Ngapain pasang-pasang spanduk,” ucapnya berseloroh . Jokowi juga berkomitmen tidak akan memasang spanduk ucapan selamat di bulan Ramadhan atau pada hari raya Idul Fitri bulan Agustus nanti. Ia pun tidak mau wajahnya dipampang dalam spanduk sejenis.
Apa yang disampaikan Jokowi sungguh tepat, meski dengan nada bergurau dia ingin menyampaikan pesan kepada kita agar masuk dalam suasana Ramadhan yang sakral ini dengan niat ibadah karena Allah tanpa embel-embel politik. Menurutnya spanduk terutama yang milik instansi pemerintah, lebih berfungsi sebagai alat pencitraan bagi pejabatnya. Padahal, seharusnya digunakan untuk memberi informasi kepada masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri, bagi sebagian politikus dan team suksesnya justru moment Ramadhan ini merupakan kesempatan emas untuk menggenjot kampanye terselubung dengan menabur ‘kebaikan’ di daerah pemilihannya. Karena bisa jadi masyarakat kurang menyadari godaan politik tersebut. Banyak celah kampanye yang bisa dilakukan seperti pembagian THR, sodaqoh sembako, safari keliling kemasjid-masjid, buka bersama atau bahkan ada yang menggelar sahur bersama. Kegiatan seperti ini merupakan praktek money politics, karena mereka tidak melakukannya jika tidak ada pilkada atau pilleg.
Hendaknya kita bisa memaknai Ramadhan ini sebagai sarana pensucian diri, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang melenceng dari ibadah. Seperti mengumbar janji-janji palsu, iming-iming menyesatkan, adu domba dan saling menghasut akibat terlena oleh nafsu kekuasaan.
Kita bisa meneladani Rasulullah SAW dalam perang Badar yang terjadi pada pertengahan puasa Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Kaum muslimin yang hanya berjumlah 313 orang bisa mengalahkan ribuan pasukan Quraisy. Saat pasukan muslim bergembira ria dengan kemenangan tersebut segera Nabi SAW bersabda bahwa perang Badar ini hanyalah perang kecil saja, karena perang yang sesungguhnya adalah perang melawan hawa nafsu.