JAKARTA – Kurangnya dukungan pemerintah bagi pengusaha menyebabkan kurangnya minat mereka untuk bermitra antar negara. Perwujudan Kemitraan UMKM diharapkan dapat memberdayakan pelaku usaha khususnya masyarakat Asia Tenggara dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), demikian harapan para delegasi dalam acara Asean Small Medium Enterprise (SME) Partnership 2015.
Asean SME Partnership 2015 merupakan perhelatan yang diadakan oleh Sekretaris Nasional (Setnas) Asean yang bekerjasama dengan Ormas Keagamaan. Berawal dari keluh kesah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap Era Mea yang akan segera tiba, ormas Kegamaan LDII bersama Ormas Lintas Agama dan Setnas Asean ingin mewujudkan kemitraan UMKM antar negara Asean
Dalam salah satu diskusi panelis Asean SME 2015 partnership, hadir perwakilan Kamar Dagang dari beberapa negara yang menjadi narasumber. Indonesia diwakili oleh Dewi Motik Pramono Kepala Penasihat Lingkungan dan kesehatan Kadin, dari Laos diwakili oleh Kepala kamar dagang Pouxay Theppapong, dan dari Kamboja diwakili oleh kepala kamar dagang Vithol Trem.
Kemitraan dalam UMKM bisa diwujudkan dengan dukungan antar pemerintah juga pengertian antar pelaku usaha ditiap negara. Hal inilah yang ingin disampaikan kepada para delegasi dalam acara Asean SME Partnership 2015. Hadir pula Ermira Siregar yang menjadi moderator dalam diskusi panel tersebut.
Ketika masing-masing narasumber menyampaikan pendapat mereka mengenai Kemitraan, mereka sepakat bahwa kemitraan dalam UMKM bisa menjadi solusi yang terbaik dalam menyikapi MEA. Vithol Trem menyatakan bahwa MEA bisa menjadi perluang untuk mempromosikan produktivitas UMKM. UMKM akan dilihat sebagai potensi yang besar dan akan menciptakan lingkungan yang mengacu kreativitas dan inovasi.
“Kita sudah berbicara mengenai MEA terhadap apa yang kita setujui dan yang ingin kita hindari. Kamboja, sektor pariwisata dan ritelnya cukup berkembang. Kita siap menyambut MEA namun produk-produknya mesti memenuhi standart lokal. Yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi apa keunggulan produk dibandingkan dengan produk pesaing dan melihat kebutuhan pasar. Serta melihat keberlangsungan produk dari kualitas, pengemasan, dan teknologinya,” ujar Vithol Trem.
Vithol Trem juga menambahkan bahwa peran pemerintah terhadap UMKM menjadi sangat penting dalam mengidentifikasi  potensi dan poin-poin kunci yang menjadi kerjasama kemitraan UMKM antar negara Asean. Senada dengan yang ditambahkan Vithol Trem, Pouxay Theppapong memberikan pendapat yang sama bahwa UMKM perlu penguatan dari pemerintah.
“Point penting lainnya adalah bentuk ,mitra, dan kerja sama kita harus dimulai dengan koneksi, saya rasa pemerintah memiliki konsep untuk itu. Maka UMKM harus diperhatikan. Saya berharap Penguatan UMKM di Asean bisa berkompetisi dengan Eropa dan kemudian kita bisa bersaing dengan mereka,” ujar Pouxay Theppapong.
Perhelatan Asean Small Medium Enterprise (SME) Partnership 2015 ini membawa perspektif baru bagi pelaku usaha Negara-Negara Asean. Pada awalnya mereka memiliki kekhawatiran yang sama bahwa MEA akan menggerus produk lokal. Namundengan menyamakan persepsi,
“Budaya kita memiliki kesamaan dalam tradisi seperti makanan. Dalam hal berbisnis, kita harus saling membantu karena kita keluarga besar, negara Asean paling besar. Jagalah kualitas karena kita produk┬á besar. Bersama seluruh negara Asen kita bisa kuasai pasar internasional, kita harus membuktikan kalau kita cerdik,” ujar Dewi Motik Pramono.