JAKARTA – LDII bertekad mewujudkan umat Islam yang profesional religius. Tekad ini bukan sekadar jargon yang mengawang-awang di langit, tapi diwujudkan melalui berbagai program kerja untuk generasi masa depan. Salah satunya, dalam lima tahun terkahir, LDII menggalakkan program tahfidz Alquran, yakni mencetak para penghafal Alquran sejak usia belia.
“Kami berharap para pemuda pemudi itu hidup di atas jalan Alquran. Dengan demikian Alquran menjadi sandaran budi pekerti untuk menjadi seorang profesional religius. Mereka yang menghafal Alquran, pastilah anak-anak yang cerdas dan berperilaku baik. Inilah yang menjadi generasi harapan bangsa di masa depan,” papar Ketua DPP Chriswanto Santoso.
Acara yang bertajuk Halaqoh Kubro Tahfidzil Quran ke-3 ini dihadiri 11.019 peserta, yang setengah dari mereka adalah penghafal Alquran atau santri tahfidz. Acara ini dihadiri oleh Kepala Komunikasi dan Humas Kemendikbud Prof Dr Ibnu Hamad M.Si mewakili Mendikbud Muhadjir Effendy, Ketua MUI Pusat Dr KH Shodikun, M.Si, dan Takmir Masjid Jakarta Islamic Center (JIC) H Ma’arif Nurhadi. Acara ini menjadi motivasi bagi para tahfidz muda LDII, pasalnya tiga mufti Ma’had Haromain datang langsung dari Mekkah untuk acara ini, mereka antara lain Syaikh Abdullah Al Assyiri, Syaikh Sulaiman Al Fifi, dan Syaikh Muhammad Zahroni.
Menurut Chriswanto, kedatangan para ulama dari Mekkah itu untuk memberikan motivasi bagi para santri tahfidz. DPP LDII berharap, nasehat para ulama itu bakal menambah semangat para santri menghafal dan rajin ‘muroja’ah’ atau mengulang hafalan Alquran. “Selain itu terdapat nilai-nilai penting yang didapat dari menghafal Alquran seperti, spiritual, emosional dan intelektual,” tambahnya.
Nilai emosional yang dimiliki para penghafal Quran, yakni memiliki sikap sabar sehingga meningkatkan rasa tawakal pada Allah. “Hal ini yang menarik,” ujar Chriswanto. Karena itu halaqoh kubro mengambil tema “Pengembangan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Tahfidzul Qur’an”.
Terlebih lagi, pengaruh globalisasi semakin tak terbendung, sehingga penting untuk menyiapkan generasi masa kini dengan daya tahan tinggi. Melalui pengembangan dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik, generasi masa kini tidak hanya tumbuh dari segi inteligensi atau pandai secara intelektual namun juga emosional (Emotional Quotient) atau segi ilmu agama.
Menurut Chriswanto pendidikan Alquran adalah cara menjadikan generasi yang tawadhu, khusyuk, ikhlas, berakhlaqul karimah, dan cinta kasih terhadap sesama. Sikap inilah yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan pengaruh globalisasi yang menimbulkan pergeseran nilai-nilai dan norma kehidupan.
Dengan adanya halaqoh Tahfidz Qur’an, diharapkan melahirkan generasi-generasi baru yang berkarakter, cinta Alquran, cinta tanah air, dan berakhlaqul karimah, sesuai yang diamanahkan oleh nilai-nilai luhur Pancasila.
Syaikh Abdullah Al Assyiri dalam tausiyah-nya kepada para santri mengatakan, para penghafal Alquran yang masih muda belia termasuk dalam kategori tujuh golongan yang masuk ke dalam surga, “Mereka masuk surge karena saat muda tumbuh dengan ibadah kepada Allah dan senang terhadap Alquran. Mereka menggantungkan hatinya di masjid,” kata Abdullah Al Assyiri.
Semakin mendalami Alquran, memahami, dan mempraktikkannya, maka semakin dekat dengan Allah dan derajatnya bertambah di sisi Allah. “Mereka yang membaca Alquran disertai para malaikt. Bagi yang mau menghafal Alquran hingga mengalami kesulitan dalam hafalannya, pahalanya ditambah. Dan Alquran itu pelindung dari penyakit hati,” ujarnya. (Noni, Khoir, Fahmi, Arga/LINES)