Oleh Faizunal ‘Kusmono’ Abdillah
FORUM – Entah kenapa, tiba-tiba terlintas ilham untuk menulis masalah rizqi. Tidak lagi bokek, juga tidak lagi turah-turah (berlebih). Lingkungan juga mendukung, masih seperti biasanya. Tampak indah di sana sini. Ada keluhan, ada kebahagiaan, ada keinginan dan juga ada kegagalan. Namun masih dipuncaki kesyukuran di atasnya. Dan baru merasa alias sadar bahwa sesuatu yang tidak terukur, tidak terlihat dan tidak ternilai itu sering diabaikan. Padahal itulah sebagian rejeki yang orang banyak cari itu.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abdillah, dia berkata; telah bercerita kepadaku Rasulullah SAW, sedangkan dia itu orang yang jujur dan diakui kejujurannya, “Sesungguhnya seseorang diantara kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya; 40 hari menjadi segumpal darah, kemudian 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian diutuslah seorang malaikat untuk meniupkan ruh di dalamnya dan diperintahkan untuk menulis 4 kalimat yaitu rejekinya, ajalnya, amalannya dan celaka atau bahagianya”
Atau yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya air mani berada di dalam rahim selama 40 hari tidak berubah, bila berjalan 40 hari akan berubah menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian menjadi kerangka tulang selama itu pula. Maka bila Allah berkehendak untuk menyempurnakan ciptaan-Nya, Dia mengutus malaikat kepadanya (janin), lalu malaikat berikutnya bertanya, ‘Wahai Rabb, apakah dia laki-laki atau perempuan? Apakah sengsara atau bahagia? Apakah pendek atau panjang? Apakah kurang atau tambah rizki dan ajalnya? Apakah sehat atau sakit?’ Lalu semua itu dicatat.” (Rowahu Ahmad, no hadits: 3372)
Jadi semua sudah tahu, sejak dari alam ruh sana sudah ditentukan kadarnya dan takarannya. Di dunia ini tinggal menjalankan scenario-Nya saja. Dan terus-menerus berbuat sebaik-baiknya. Saya teringat salah satu tulisan truk di jalan pantura yang membuat mata saya terbelalak. Tulisan itu kurang lebih berbunyi begini; “Takdir itu seperti perkosaan, kalau tidak mampu melawan, nikmatilah saja!” Tak sadar, tersungging senyum di bibir. Satu lagi pembelajaran dari jalan raya, bagaimana memahami takdir kehidupan ini. Kreatifitas, itulah kuncinya.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dari Jabir ibnu Abdillah, Rasulullah SAW bersabda;”Wahai manusia bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah dalam mencari rejeki, karena seseorang tidak akan mati sehingga telah sempurna rejekinya, walaupun dia melambatkan darinya, maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah dalam mencari rejeki, ambillah apa-apa yang halal dan tinggalkanlah apa-apa yang haram.”
Memahami hadits ini sangat membahagiakan. Ada sebentuk cahaya-cahaya pencerahan yang menyelinap ke dalam dada. Bukan karena tulisan truknya, tapi pemahaman seutuhnya akan rizqi apa adanya; bagaimana menguak takdir. Dan tak terasa, mengalir rasa senang dan syukur yang tak habis-habisnya di sana.
Selain itu, ada hal-hal menarik dari hadist ini. Pertama, bahwa dalam mencari rejeki pun hal yang paling mendasar yang harus dimiliki adalah ketaqwaan. Tanpa ketaqwaan ini akan menghancurkan segala usaha dan cita-cita. Kalau berhasil sombong dan kalau gagal mengeluh dan putus asa.
Kedua, adalah perintah untuk usaha menemukan jalan rejeki kita sebagai bagian dari qodar dan memperbaikinya, jika qodar itu ternyata jelek buat kita. Maka Rasulullah mengingatkan perbaiki sampai ajal menjemput. Usaha terus – menerus untuk menggapainya. Dan dijamin pasti akan menemukan qodarnya, miskin apa kaya. Sebab batas akhir pemberian rejeki adalah sampai mati. Jadi sangat salah jika mengartikan hadits semisal ini sebagai bentuk pemalasan.
Ketiga, adalah aturan untuk tetap mencari yang halal dan meninggalkan yang haram. Sebab semua rejeki yang diberikan Allah itu, asalnya dalam bingkai kehalalan. Kadang jalan yang ditempuh untuk mendapatkan rejeki tersebut menjadi sebab ketidakhalalan tersebut. Atau dengan kata lain, konteks memperbaiki rejeki itu ada dua – pertama memperbaiki caranya – usahanya atau ihktiarnya dan kedua memperolehnya halal atau haram.
Nah, selanjutnya dengan tahu dalil ini apakah kita masih ngoyo dalam mencari dunia? Pertanyaan ini tidak perlu dijawab. Masing-masing kita akan punya beberapa hujjah untuk menjawab pertanyaan ini. Dan masing-masing punya kiblat sebagai acuan. Semua ada dalilnya. Hanya satu yang ingin saya ingatkan dalam menjawab hal ini, yaitu keadaan yang ada saat ini sebagai introspeksi dan wasiat Nabi SAW akan datangnya Al-wahnu yaitu penyakit hubbu ad-dunya wakaroohiyatu al-maut – cinta dunia dan benci mati. Apakah ada kemelekatan itu saat ini? Wallaahu a’lam bishawab.